© The Planet App |
Pria itu tampak sedih, saat putri kecilnya yang masih berusia sepuluh tahun enggan menemuinya sebelum dia pergi. Jelas terasa berat bagi bocah kecil itu untuk melepaskan Ayahnya dalam sebuah perjalanan yang seolah tak berujung itu.
Inilah waktunya.
Di luar angin bergemuruh membawa
partikel-partikel debu mengerikan, mengamuk di ladang jagung. Badai debu itu
seolah tahu. Bersiap mengusirnya yang hendak mengembara ke semesta yang belum
terpetakan.
Aku harus berangkat, pikirnya.
Semua ini untuk masa depan yang lebih baik
tidak hanya bagi kedua anaknya, tapi juga seluruh umat manusia.
Karena tempat yang selama ini memberikan kehidupan
sudah tak sanggup lagi bertahan lebih lama.
Manusia seperti ada di ujung akhir waktu.
Menghitung detik demi detik sebelum kebinasaan total itu terjadi.
Dan meskipun harus mengorbankan ruang dan
waktu dalam hidupnya, pria itu akhirnya menemukan hunian baru lewat perjalanan
menembus cahaya. Sebuah planet di sisi lain galaksi yang akhirnya menjadi tempat
di mana putrinya akan menghembuskan napas, di usia tuanya yang begitu damai.
***
Terdengar tidak asing dengan kisah yang
saya narasikan di atas?
Bagi kamu yang terbiasa menonton film,
tentu bisa dengan mudah menebaknya kalau itu hanyalah penggalan cerita film INTERSTELLAR (2014). Salah satu film epic science fiction favorit saya itu
memang menjadi gambaran yang akurat sekaligus mengerikan mengenai bagaimana
upaya terakhir umat manusia untuk pergi dari Bumi.
usaha Cooper mencari planet Bumi kedua |
Berlatar tahun 2067, cerita fokus pada
Joseph Cooper (Matthew McConaughey) yang adalah orangtua tunggal mantan pilot NASA
dan kini bekerja sebagai petani. Jangan bayangkan dunia yang begitu canggih dan
dilengkapi berbagai peralatan modern, sutradara Christopher Nolan
memperlihatkan Bumi yang menjadi sebuah planet tak layak huni.
Dalam waktu kurang dari setengah abad dari
sekarang itu, banyak makhluk hidup di Bumi yang sudah punah. Jangan harap ada
hamparan lahan hijau, karena semua yang diperlihatkan Nolan adalah tanah-tanah
tandus nan gersang, lengkap dengan badai debu berbahaya yang membuat siapapun
bisa melepas nyawa kapan saja.
Ah, itu
semua cuma film.
Benar. Itu semua hanyalah film. Adegan demi
adegan yang dibuat dengan imaji seorang penulis skenario, dan diwujudkan oleh
tangan sutradara lewat tangkapan-tangkapan cahaya juru kamera.
Namun, apakah ada jaminan dunia di masa
depan tidak seperti itu?
Apakah menurut kalian Bumi akan tetap
terlihat sama 50 tahun lagi?
Apakah kalian tahu kalau Juli 2021 kemarin
menjadi bulan dengan suhu terpanas yang pernah terjadi di Bumi?
Apakah kita semua siap jika Bumi yang sudah
begitu menua ini akhirnya menyerah menopang hidup makhluk fana di atasnya?
Kita mungkin tak akan pernah tahu.
Kita mungkin tak akan pernah siap.
Ya. We
are minutes to midnight.
Bumi Makin Panas, Kode Merah Ambang Batas
Dalam laporan Organisasi Meteorologi Dunia
(WMO), pada tahun 2025 yang adalah empat tahun lagi, diprediksi akan ada
kemungkinan sebesar 40% bahwa temperatur Bumi jadi 1,5°C lebih panas dibandingkan
masa pra-industri (tahun 1850an).
Ah, cuma
1,5°C ini...
Hmm...
Tahukah kalian kalau bahkan hasil penelitian
itu cuma prediksi, kemungkinan meningkat 1,5°C itu sudah tidak sesuai dengan
dua batas suhu yang disepakati dalam Perjanjian Paris.
Dilakukan dengan konsep permodelan oleh
Kantor Meteorologi Inggris dan sekitar 10 peneliti iklim dari berbagai negara
termasuk China dan Amerika Serikat, prediksi ini jelas tak bisa dianggap remeh.
Karena sebelum laporan ini, penelitian terdahulu menyebutkan kalau peluang
kenaikan 1,5°C itu hanyalah sebesar 20%.
Ah,
bingung banget sih. Kan cuma naik 1,5°C doang! Emang ada efeknya, gitu?
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan
Iklim (IPCC) PBB sempat memberikan prediksi sejumlah bencana mengerikan yang
bisa saja terjadi, ketika temperatur Bumi memanas 1,5°C saja. Dilansir AFP,
beberapa bencana itu seperti gelombang panas, berbagai jenis badai, curah hujan
ekstrem, kekeringan di mana-mana, kekurangan iklim, naiknya permukaan air laut
dan akhirnya separuh spesies di Bumi bakal musnah.
Sebuah kondisi mengerikan yang kerap
didengungkan tapi cuma dianggap sepintas lalu.
Ya, climate
change (perubahan iklim) dan global
warming (pemanasan global) bukanlah sekadar mitos belaka.
Dan sepertinya sekarang prediksi itu seolah
makin terwujud.
beruang kutub dan dataran es yang mengecil © CCGCONF |
Dalam laporan IPCC, terungkap kalau krisis
iklim sudah benar-benar terjadi, meluas, makin cepat, makin intensif dan belum
pernah disaksikan sebelumnya.
Kalian harus tahu bahwa konsentrasi
karbondioksida di Bumi saat ini sudah mencapai porsi tertinggi setidaknya dalam
dua juta tahun terakhir.
Kalian harus tahu bahwa permukaan air laut
meningkat jauh lebih cepat dalam 3.000 tahun terakhir.
Kalian harus tahu bahwa dataran es di kutub
telah mencapai level terendah dalam 1.000 tahun terakhir, karena gunung-gunung
es terus mencair akibat Bumi yang makin panas.
Kita manusia sudah menggiring Bumi ini ke
kiamat yang tidak bisa dibayangkan.
***
Melihat kondisi Bumi saat ini, saya tentu
seperti berada dalam dunia yang sama dengan Jack Hall (Dennis Quaid) di film THE DAY AFTER TOMORROW (2004). Meskipun
sudah mengetahui kalau ada lapisan besar es yang mencair di Antartika, sang
ahli paleoclimatologyst itu masih
saja meragu. Keraguan yang harus dibayar mahal karena berbagai bencana terjadi
di dunia dan mengancam hidup manusia.
Mulai dari hujan yang turun tiga hari tanpa
henti di New York, badai-badai tornado super raksasa yang begitu mengerikan di
atas langit Kanada, Skotlandia dan Siberia, hingga akhirnya Bumi memasuki Zaman
Es lantaran suhu anjlok hingga -101°C!
Kalau sudah begini, apakah kita mampu bertahan?
Bagaimana kalau nanti tidak ada satu
celahpun di Bumi yang bisa dihidupi manusia?
zaman es baru di New York (film THE DAY AFTER TOMORROW) |
Mungkin kita harus bergabung dengan Curtis
Everett (Chris Evans) dalam sebuah kereta yang berputar terus mengelilingi
Bumi. Berjuang hidup setiap hari sebagai manusia kelas bawah yang tetap tidak
mendapatkan keadilan dari orang-orang kaya nyaman di gerbong-gerbong mewahnya.
Sebuah penggambaran kiamat yang begitu menyesakkan dari sutradara Bong Joon Ho
di film SNOWPIERCER (2013).
Kalau sudah begini, bolehkan saya berandai
sosok Jacob Lawson (Gerard Butler) benar-benar ada dan mampu menciptakan Dutch
Boy, si satelit pengontrol iklim itu? Dengan begitu kita bisa berharap
kalau-kalau nanti tornado mengerikan datang, Dutch Boy akan mampu 'menaklukkan iklim' seperti yang terjadi dalam film GEOSTORM
(2017).
Jangan Cuma Kipas-Kipas,
Ayo Berbenah!
Kita semua merasakan hal yang sama sekarang
bahwa Bumi memang makin panas. Apalagi sejak pekan kedua Oktober 2021 hingga
saat ini, sudah banyak sekali keluhan mengenai kondisi cuaca yang benar-benar
makin panas.
Dalam informasi yang dirilis langsung oleh
BMKG, penyebab kenapa suku panas terjadi di berbagai wilayah Indonesia adalah
karena imbas posisi matahari yang tepat di atas sejumlah daerah di Tanah Air,
serta pengaruh siklon tropis Kompasu.
Namun kendati panas saat ini adalah
fenomena alam, bukan berarti Bumi sedang baik-baik saja,
Saya cukup beruntung tergabung sebagai Eco Blogger Squad yang sekali lagi menyadarkan bahwa temperatur Bumi terus meningkat. Dalam webinar rutin yang digelar bersama Hiip dan Blogger Perempuan Network (BPN) pada hari Jumat, 15 Oktober 2021 lalu, saya tahu bahwa makin panasnya Bumi ini adalah sebuah kode merah untuk kemanusiaan.
Mendengarkan penjelasan Anggalia Putri
Permatasari dari Yayasan Madani Berkelanjutan, terungkap bahwa dalam semua
skenario emisi, batas aman global warming
1,5°C bakal terlewati di awal tahun 2030-an, yang artinya mulai sembilan
tahun lagi.
Kondisi ini rupanya meletakkan Indonesia
sebagai negara yang akan sangat luar biasa terdampak akibat dampak krisis
iklim. Bukan hanya sekadar banjir, kekeringan, kenaikan permukaan air laut,
kenaikan suhu, perubahan pola curah hujan, kini 115 pulau di Indonesia terancam
tenggelam.
Apakah kalian siap jika pulau-pulau cantik
seperti Pahawang di Bandar Lampung, Derawan di Kalimantan Timur, Karimunjawa di
Jawa Tengah, Saumlaki di Maluku, Mentawai di Sumatera Barat, Nusa Penida di
Bali, Komodo di Nusa Tenggara Timur, Weh di Aceh, Wakatobi dan Labengki di
Sulawesi Tenggara hingga Raja Ampat di Papua sana bakal tenggelam?
Kalau saya, sungguh tak akan siap.
Trus, apa yang bisa kita lakukan dong, Rai?
Tenang saja. Milenial dan gen Z seperti
saya ini bisa melakukan hal-hal kecil yang mampu menghentikan perubahan iklim
lewat pengurangan jejak karbon.
usaha anak muda atasi krisis iklim |
Yap, kita bisa mulai mengurangi konsumsi
daging hewan karena industri ini ‘menyumbang’ 14,5% emisi gas rumah hijau
buatan di Bumi, berhenti buang-buang makanan, tidak memakai kantong plastik
yang sulit didaur-ulang, atau menggunakan kendaraan bermotor.
Berawal dari satu orang, gerakan
pengurangan jejak karbon ini bakal bisa bergulir bak bola salju raksasa ketika
makin banyak anak-anak muda peduli dan bersedia melakukannya.
Bagaimana? Sangat mudah daripada cuma bisa ngomel dan kipas-kipas terus, bukan?
Yuk bersama-sama, kita jadikan planet ini
sebagai sebaik-baiknya tempat untuk generasi penerus di masa depan.
Semakin kesini memang saya pun takut dan was was dengan panasnya bumi, ntah apa yang terjadi ditahun tahun nanti jika tak dimulai dari kita sendiri untuk menjaga lingkungan, terutama berusaha mengurangi sampah plastik ni
BalasHapusIya lho. Belakangan ini rasanya suhu udara jauh lebih panas dari sebelumnya. Awalnya saya pikir karena tempo hari saya sedang di kendari yang mana rumah saya dekat sekali dengan pantai di teluk Kendari. Ternyata setelah kembali ke Bogor, lho panas juga. Berarti memang dimana-mana sama
BalasHapusAh sedih sekali membayangkan ke depan bisa jadi lebih parah dari ini kalau kita terus melakukan pola hidup yang sama seperti sekarang. Karena itu, mari kita perbaki. Sekecil apapun itu, jadikan sebagai hadiah kecil untuk bumi. Menanam pohn, mengurangi sampah, mengurangi penggunaan perangkat elektronik dst. Yuk bergerak bersama
Memang butuh peningkatan kesadaran sih, soal ini. Kalau bareng2, insyaallah kondisi kna membaik.
BalasHapusJangankan 50 tahun lagi, kayaknya 5 tahun lagi sepertinya udah gak sama lagi. Semoga bisa jadi bagian yg peduli dengan keadaan iklim yg udah berubah, dimulai dari diri sendiri, seperti diet kantong plastik, bahan bakar yg ramah. Ngeri nih kalau nggak ada solusinya
BalasHapusFilm tentang kerusakan alam, tuh, emang kesannya fiksi yang gak mungkin kejadian. Tapi, bisa jadi nyata juga, akhirnya.
BalasHapusUdah nebak sih kalau paragraf awal tuh ngebahas Interstellar. Dulu nonton bioskopnya ama sahabat. Berjuta tahun yang lalu.
BalasHapusBerasa ngga sih mba beberapa hari ini panassss banget ya ampun. Inikah kulminasi?
Membayangkan bumi 50 tahun lagi, rasanya ngga berani deh kalau melihat manusia masih seperti sekarang.
Benar banget kalau Milenial dan gen Z seperti saya ini HARUS bisa melakukan hal-hal kecil yang mampu menghentikan perubahan iklim lewat pengurangan jejak karbon. Hal sederhana dengan menyeduh kopi lokal misalnya? kopi toraja buah tangan dari penduduk lokal yang dibawakan jauh-jauh oleh sahabat bisa jadi upaya kecil tapi berdampak besar bukan?
Apakah sebenernya film-film holywood itu mengambil data dari perkiraan situasi bumi yang akan datang? haduh kok jadi kepikiran ya...
BalasHapusiya mbak, akhir akhir ini aku merasa panas banget, panasnya luar biasa.
BalasHapuskadang siang panas, dan sore mendung, tapi nggak hujan-hujan
penggunaan plastik masih sering aku lakukan mbak, terutama paling banyak untuk membungkus sampah dirumah
Bumi sekarang semakin tua dan sangat mengerikan jika kita tidak mulai membuat bumi sehat kembali, karena kita tidak pernah tau bumi kedepannya akan menjadi seperti apa. Sekarang saja suhu semakin panas, lapisan ozon menipis, dan es di kutub mulai mencair.
BalasHapusperubahan sungguh nyata yang bisa dirasakan dikotaku Pontianak adalah masalah banjir. dengan hujan sebentar saja air langsung menggenang. Banyak daerah di kalimantan Barat yang juga semakin parah. Ketinggiannya bahkan tak permah mencapai angka itu. menakutkan
BalasHapusbetul, kerasa banget perbedaannya
BalasHapusdulu, di bulan yang berakhiran "ber" pasti hujan, sekarang kacau, hujan bisa sepanjang tahun
krisis air juga terasa banget
dulu di kota kelahiran saya, Sukabumi, air PDAM selalu mengalir lancar
sekarang, lebih sering ngadat daripada ngalir
ngenes banget
Memang pada kenyataannya bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Hawa panas di pertengahan Oktober kemarin memang sangat terasa sekali. Yuknlah mulai sekarang sayangi bumi dan lebih peduli lingkungan.
BalasHapusCuaca makin hot dan bikin gak nyaman.
BalasHapusMakasih penjelasannya, ternyata naiknya suhu bumi walau hanya 1,5°C bisa berakibat fatal.
Caraku utk cinta bumi baru sebatas belajar menanam tanaman yg mini dan mengurangi pemakaian kendaraan bermotor. Moga makin banyak orang yg sadar lingkungan n cinta bumi.
Akupun skrg mulai berusaha hidup hang lebuh ramah lingkungan termasuk membawa tumbler. Upayakan untuk tidak terlalu banhak penggunaan plastik.
BalasHapusAku menyadari bahwa bumi sedang tidak baik2 saja apalagi keluhan beberapa waktu ini ttg panas yg luarbiasa. Gerah dimana2.
Aku membaca sampai akhir begidik kali mbak ulasannya.
Terus gmna dg para pencinta daging 🙈
Sungguh mrngerikan sih efek perubahan iklim. Aku juga menyadari kalau cuaca di Madura sudah semakin panas saja. Mau siang atau malam hari sama. Panas.
BalasHapusKita bisa coba melakukan hal-hal sederhana itu. Mengurangi makan daging, bijak mengelola sampah dan aku sudah menanam beberapa tanaman buah di depan rumah.
Lumayan bisa dinikmati buahnya yang manis.
Setuju kak, harus berubah, gak bisa tinggal diam berkipas nelangsa.
BalasHapusTentunya dengan kerjasama semua pihak bisa nih, menurunkan suhu bumi yang demikian panas
BalasHapusSaking kuatirnya sama kondisi saat ini aku sampai tanam beberapa pohon depan rumah meski halaman cuma dikit banget minimal ada sedikit sumbangsih untuk menjaga bumi agar tetap nyaman untuk ditinggali
Hey, Arai!
BalasHapusYa Allah, aku merinding baca tulisan kamu 😨 Ternyata kehidupan manusia an bumi memang makin terancam ya. Apapun itu, semoga kita bisa berupaya untuk menyelamatkan bumi, sekecil apapun.
Duh tulisannya nyentil aku banget sih. Tanpa sadar suka melakukan hal yg merusak bumi
BalasHapusNgeriii ya, kalau keadaan di bumi nantinya seperti yang digambarkan di film itu.
BalasHapusMenerapkan pola hidup cinta lingkungan memang harus dimulai dari diri sendiri dulu. Semoga bumi tetap hijau dan lestari
Jangankan di kota. Di kampung aja sekarang orang gak segan2 potong pihin rindang. Duh geram rasanya.
BalasHapusSerem interstellar mah dan ngga kepikiran pas dulu nonton itu bahwa bumi kita bakal begitu juga. Pikirku yaah masih jauh lah yaa. Tapi kalau lihat peringkat Indonesia jadi negara yang terdepan menyumbang emisi gas rumah kaca rasanya 2030 beneran jakarta akan tenggelam seperti yg dibilang para ahli, bukan ngga mungkin kita perlu cari planet baru. Tapi masalahnya ada ngga? huhuu
BalasHapusah kalo inget film the day after tomorrow emang syerem ya, padahal kayaknya udah lama banget tuh kita diingetin dan disuguhin ama film2 dengan pesan climate change tapi kayaknya dari dulu gerakannya belum masif juga huhu
BalasHapusBtwe kak gambar "usaha Cooper mencari planet Bumi kedua" ga keliatan di browser kuh. Huhu.
BalasHapusSeneng banget, aku baca artikel ini sampai terbaya dialog dengan penulis, ah iyaa banyak memang film2 fiksi yang menceritakan keadaan bumi, semoga yang nonton mengerti maksud dan tujuan film itu apalagi soal keselamatan bumi.
Iya aku juga merasa beruntung menjadi bagian Eco Blogger Squad, yuk ah sama2 bergerak!
apa kabar anak cucu kita nanti kalau sekarang aja udah semengerikan ini cuaca dan alamnya ya kak
BalasHapuskadang emang ya, kita udah dikasih yang sempurna eh malah dirusak. udah dikasih kenikmatan dengan alam yang masya allah menakjubkannya bukannya dijaga dengan baik malah dirusak dengan sedemikian rupa
BalasHapusMeski itu adalah gambaran film, tapi bukan hal yang tidak mungkin terjadi jika manusia tidak mau sadar dan berubah prilakunya terhadap keberlangsungan hidup di Bumi ini ya, hiks hiks.
BalasHapusSemoga kita semua mau bekerjasama untuk berbenah atasi masalah krisis iklim ini.
Kalau kita ga merubah kebiasaan kita, duh agak seram membayangkan nanti bumi akan seperti apa. Semoga semuanya lebih aware soal climate change dan lingkungan ya.
BalasHapusdi Indonesia ini kalau nggak punya kendaraan sendiri agak susah dan lebih boros ya, mbak. Terutama di Batam, transportasi yang semrawut, nggak punya jam jalan, sehingga bikin penumpangnya takut telat, dan akhirnya beli motor untuk pergi kerja. Mungkin pemerintah setiap daerah lebih tegas dalam mengatur dan memperbaiki sistem transportasi. Kalau makanan dan plsatik, memang kembali ke pribadi masing-masing, banyak yang telah nyaman dengan kondisi sebelumnya. Untuuk merubah habit go green jadi agak susah. Tapi semoga banyak yang sadar akan hal ini.
BalasHapusmenarik nih filmnya, auto cari ah pengen nonton juga. sekaligus buat edukasi sih emang beneran bumi sedang tidak baik" saja hhu
BalasHapusSedih banget kalau mikirin nanti anak cucu kita 50 th yang akan datang apa masih bisa melihat bumi kita hijau
BalasHapussehat selalu ya kak :)
BalasHapus