Pura Luhur Poten di kaki Bromo |
Meski dipaksa oleh pemiliknya untuk berjalan menelusuri sekitar 270 anak tangga, dia tetap tabah. Sesekali kudengar napasnya yang terasa berat dan terengah-engah sambil menatap ke puncak tangga di atas sana. Matanya yang berbingkai kerutan kembali berkilau penuh keyakinan, bahwa dia tak boleh beristirahat terlalu lama.
Keyakinan kuat yang mengalir di sepanjang tubuhnya, warisan sang leluhur Tenggernya.
Kulihat otot-otot tangannya kembali menegang, mengangkat barang yang dia bawa di kedua tangan, hasil-hasil kebun kebanggaan keluarganya. Aroma bawang merah, wortel dan cabai memasuki hidungku karena aku berjalan tepat di belakangnya. Sesekali dia masih memberikan senyum, meskipun aku tahu napasnya beradu hebat antara menarik oksigen sebanyak mungkin dan membaginya dengan jantung yang sudah mengeluh.
suasana Bromo saat Yadnya Kasodo 2022 |
Dia tetap melangkah menembus kabut, sama seperti ratusan hingga ribuan orang-orang Tengger lainnya yang berkeyakinan sama. Dibiarkannya tubuh tuanya dilewati angin-angin Bromo yang begitu menusuk tulang pagi itu.
Ya, Bromo di puncak ritual Yadnya Kasada 2022 pada hari Kamis (16/6) dini hari kemarin memang tampak begitu mistis. Hujan yang mengguyur kawasan Mentigen tempatku menginap sejak malam sebelumnya, melahirkan selubung kabut tebal yang membuat area lautan pasir tampak terbelenggu tembok putih sejauh mata memandang. Bahkan sekalipun sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, matahari tampak enggan memamerkan sinarnya.
Bromo seolah-olah hanya mengizinkan mereka yang berani menembus kabut dan mendengar bisikannya, untuk bisa menjamah menuju kalderanya.
Sentuhan Sakral Sang Hyang Widhi Selama Tujuh Abad
Aku dan lima teman fotografer yang lain bisa dibilang adalah rombongan terakhir wisatawan di Bromo pada hari Rabu (15/6) pagi itu. Setelah kami turun berburu sunrise di Penanjakan 1 yang berada di wilayah Wonokitri, Bagas sang sopir jeep langsung memakirkan kendaraan tempurnya itu. Pria asli Tengger itu akan bergabung dengan masyarakatnya untuk melakukan persiapan jelang upacara Kasada di malam harinya.
Kami memang sengaja sudah memasuki wilayah Bromo sehari sebelum ritual upacara Kasodo dimulai. Memilih area penginapan di Mentigen, rasa-rasanya ini adalah tempat terbaik untuk menjadi saksi bagaimana ritual suci Tengger itu akan berlangsung. Sesuai dengan kesepakatan masyarakat Tengger, keempat pintu masuk ke Bromo mulai dari Penanjakan (Kabupaten Pasuruan), Cemoro Lawang (Kabupaten Probolinggo), Coban Trisula (Kabupaten Malang) dan Senduro (Kabupaten Lumajang) pun akan ditutup selama dua hari.
Ketika matahari semakin perkasa di atas Bromo, hilir mudik masyarakat Tengger pun makin ramai menuju Pura Luhur Poten. Terutama di Desa Ngadisari ini, hiruk-pikuk seolah tak berhenti sejak pagi hinggga malam. Laki-laki atau perempuan, tua atau muda, beragama Hindu atau tidak, semua menatap tujuan yang serupa. Ada yang menaiki sepeda motor, ada lebih banyak juga rombongan-rombongan yang naik jeep hardtop maupun mobil pick-up.
Tubuh-tubuh mereka tertutup rapat dengan pakaian hangat mulai dari kepala, leher hingga tangan entah memakai sarung, beanie hat atau sekadar syal yang dikalungkan begitu saja. Meskipun datang dengan kendaraan berbeda, mereka semua sama-sama membawa hasil-hasil bumi. Ada kentang, pisang, jagung, kelapa, wortel, bawang, nasi-nasi campur bahkan ayam, kambing sampai sapi.
"Tidak ada kewajiban harus membawa hasil bumi seperti apa, hanya biasanya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing keluarga dan janji mereka. Misalkan saja keluarga saya adalah sehari-hari mengolah kebun pisang, maka nanti kami bakal membawa pisang ke kawah Bromo untuk larung sesajen," cerita Bagas, sopir jeep saat kami melintasi lautan pasir.
Sama seperti Bagas, pasangan suami istri Subur yang rumahnya kebetulan menjadi tempat menginapku juga sudah menyiapkan sesajen versi mereka. Ibu Subur rupanya lebih memilih membawa makanan pokok yang berupa nasi dan aneka lauk pauk seperti telur dadar serta mi goreng yang diletakkan dalam wadah-wadah daun pisang kecil, untuk menjadi sesembahan mereka saat Kasodo Bromo tahun ini.
Ketika aku berjalan dari pos masuk Mentigen menuju area lautan pasir, beberapa padmasari (pura kecil) bahkan sudah dipenuhi oleh sesaji dengan aneka jenisnya. Tak hanya makanan pokok, terlihat beberapa di antaranya adalah aneka sayuran seperti jangan benguk, jangan kentang atau sedap-sedapan berupa jajanan telesan semisal pepes, pasung, apem, jenang abang sampai juadah. Ada juga jajanan garingan seperti onde-onde.
Tak ketinggalan pula sesaji khas ritual adat masyarakat Jawa penganut Hindu pada umumnya yakni gedhang ayu serta cok bakal juga hadir dalam perayaan Kasada Bromo 2022 kali ini. Semua persembahan ini diletakkan sedemikian rupa serta tertata sangat rapi oleh orang-orang Tengger usai berdoa sejenak di padmasari mereka.
Sangat menakjubkan memang hadir di Bromo saat Yadnya Kasada berlangsung. Aroma kemenyan serta dupa yang berbaur dengan bunga-bungaan sesajen seperti kembang setaman dan kembang telon di udara seolah menjadi sebuah ritual yang begitu intim. Mau tak mau aku sepakat, ini adalah cara terbaik bagaimana masyarakat Tengger mengingat kembali legenda kehidupan mereka.
Sebuah kisah termahsyur yang sudah diceritakan secara turun-temurun sejak abad ke-14 silam.
Tentang pengorbanan putra bungsu pasangan leluhur mereka Roro Anteng sang putri Raja Brawijaya dan Joko Seger yang merupakan putri seorang Brahmana Kediri yakni Raden Kusuma, kepada Sang Hyang Widhi.
Kasodo, Momen Kembalinya Tengger ke Kesucian
doa bersama sebelum larung sesaji ke Kawah Bromo |
Pria-pria dengan pakaian hitam itu tampak begitu serius menatap ke arah Kawah Bromo sore itu. Aroma belerang yang menguar dari perut Bromo tampak seperti bahasa kerinduan yang sangat dinantikan. Tak lama kemudian beberapa orang lainnya hadir sambil membawa ongkek yang langsung menuai senyum lebar dari para Marit, orang-orang yang siap menangkap sesaji di Kawah Bromo.
Ongkek memang menjadi salah satu sesaji khas yang hadir dalam setiap perayaan upacara Kasada. Dalam ritual yang digelar di setiap tanggal 14 atau saat bulan purnama Mangsa Ashada (Kasada) ini, keluarga-keluarga Tengger biasanya juga merangkai persembahan mereka dalam ongkek yang berupa hasil bumi itu dan ditopang oleh bambu tersebut.
seorang warga Tengger membawa ongkek kecil |
Sebuah ungkapan syukur dan momen kembalinya masyarakat Tengger ke kesucian, adalah hakikat bagaimana Yadnya Kasada ini digelar.
Menurut Nicolaas Warouw dkk dalam Inventarisasi Komunitas Adat Tengger, ritual Kasada punya tiga tahapan utama. Pertama adalah mendhak tirta yakni mengambil air suci di Gunung Widodaren yang diikuti dengan makemit yaitu tidak tidur bergantian sampai Kasodo resmi dibuka, hingga melasti yang merupakan penyucian peralatan dan jiwa pelaku Kasodo di Pura Luhur Poten.
berdoa sejenak di Arca Ganesha sebelum larung sesaji |
Lalu kemudian tahapan kedua Kasodo dimulai dengan pembukaan sendratari untuk mengingat legenda suku Tengger. Di mana di dalamnya akan ditampilkan bagaimana Penjaga Bromo murka dengan Roro Anteng dan Joko Seger lantaran mengingkari janji kepada Dewa. Hal itu akhirnya membuat putra kesayangan mereka, si bungsu Raden Kusuma, mengorbankan diri ke kawah Bromo demi menghentikan marabahaya.
Tak hanya sendratari, dalam tahapan kedua ritual Kasodo Bromo ini, juga akan dibacakan kidung-kidung religi yang diiringi gamelan sehingga membuat suasana lautan pasir Bromo semakin magis. Pembacaan Kitab Suci Weda juga dilakukan oleh para pinandhito dan pemuka agama dalam tahapan kedua di Pura Luhur Poten ini.
persiapan sebelum larung sesaji ke Kawah Bromo |
Terdengar juga lima mantra berisi puji-pujian terhadap Sang Hyang Widhi berkumandang di acara puncak Kasodo yang memang tertutup untuk orang-orang luar Tengger tersebut. Barulah kemudian setelah muspa alias sembahyang ini selesai, pemilihan calon dukun adat tertinggi untuk menggantikan orang sebelumnya akan dilakukan. Umat yang hadir juga akan bersama membakar dupa di perapen sekaligus menempelkan bija di bagian wajah.
Rangkaian Kasodo ditutup dengan tahap akhir yakni melemparkan seluruh sesaji ke dalam kawah Bromo.
Lantaran tak bisa melihat langsung puncak ritual Kasodo, aku dan kelima temanku memilih kembali mendaki Kawah Bromo pada hari Rabu (16/6) pagi usai upacara itu selesai. Seperti dugaan kami, masih banyak warga Tengger yang bergantian mendaki Bromo meskipun tak seramai sehari sebelumnya.
Marit-marit yang berdiri di lereng bibir Kawah Bromo pun masih begitu antusias menangkap hasil bumi yang dilemparkan. Berulang kali hatiku mencelos saat para marit itu berlarian hingga hampir tergelincir lereng menuju kawah, saat berebutan sesaji yang dilempar. Sebuah kecemasan yang tampak sia-sia, karena para marit yang kakinya seolah menempel di tebing kawah itu yakin jika jiwa mereka sudah menjadi milik dan dilindungi oleh Sang Hyang Widhi.
Ada cukup banyak orang Tengger yang tampaknya melempar sesaji di luar pakem tradisi yakni beberapa lembar atau koin-koin Rupiah. Bahkan ada seorang anak yang melemparkan buku tulisnya ke dalam kawah sebagai janjinya saat keinginannya terwujud. Hingga akhirnya sesaji hewan ternak pun tiba seperti ayam, burung, kambing hingga sapi yang tentunya begitu dikejar-kejar oleh para marit.
Aah, mau tak mau aku jadi teringat pada lagu Donna Donna yang dinyanyikan Joan Baez saat melihat seekor sapi muda berwarna hitam digendong naik ke Kawah Bromo.
Lagu yang bisa disebut sebagai kidung derita seekor sapi sebelum mencapai lokasi penjagalannya itu mungkin juga dirasakan betul oleh sapi kurban tersebut. Adalah seorang warga Tengger yang berasal dari Tosari, Pasuruan, sebagai orang yang siap melarung sesaji berupa seekor sapi ke Kawah Bromo.
Hanya saja lantaran ukuran sesaji yang cukup besar dan bisa membahayakan para marit, sapi tersebut hanya sebagai simbolisasi saja ketika pura-pura dilempar ke kawah. Menurut para pemangku adat, sapi itu akan dibawa turun kembali dan diolah untuk disantap bersama-sama warga kampung. Sebuah keputusan yang bijak karena masyarakat Tengger selalu yakin bahwa apa yang terjadi dalam Kasodo tak hanyalah melarung sesaji, tapi juga merengkuh banyak rezeki di Bromo.
Sebuah keteguhan bahwa apa yang diberikan Tuhan, tak hanya kembali pada-Nya, tapi juga seluruh umat-Nya.
Mendengar Bisikan, Mengingat Sabda Sang Bromo
Menghabiskan dua malam tiga hari di Mentigen, berbaur langsung dengan masyarakat Tengger dalam seluruh rangkaian Kasodo, mungkin bisa dibilang sebagai salah satu pengalaman yang tak pernah kuduga bisa dengan cepat terwujud. Di tengah cepatnya perputaran roda peradaban manusia di dunia, Bromo masihlah menjaga kesakralannya meskipun ratusan tahun telah berlalu sejak leluhur Tengger tiba di pelukannya.
Bromo sekali lagi mengingatkan pada kita, bahwa manusia hanyalah si kecil di hadapan Tuhan Sang Pemilik Mayapada ini.
Kasodo seolah menjadi lonceng panggilan, meminta semua rakyatnya terlepas dari keyakinan agama apapun yang dianut, untuk kembali ingat pada janji-janji duniawi mereka. Melepaskan jubah perbedaan yang selama ini dengan pongah dikenakan, untuk kembali bersujud pada Penguasa Makrokosmos di alam semesta ini. Karena pada dasarnya, sehebat apapun pencapaian setiap dari kita, ke pada Tuhan-lah kita akan kembali.
Terimakasih Bromo, sudah mengizinkanku mendengar bisikanmu yang begitu syahdu itu. Di tengah hamparan lautan pasir yang menakjubkan, sabdamu jelas akan selalu abadi terjaga hingga Bumi ini lelah berputar.
Betapa siriknya aku ngeliat catatan perjalanan ini (apalagi liat foto-fotonya). Kayaknya gak banyak yang ke Bromo meninggalkan kesan sedemikian dalam. Haaa daebak. Semoga nanti kalau aku ke Bromo bisa dapetin pengalaman luar biasa kayak gini juga.
BalasHapusNGEHAHAHAHAHAHAHAHAHA! Ayolah bangyan, taun depan diajak balikpun aku mau. Belum puas soalnyaaaa, ditunggu lho ya!
HapusPengen banget mengikuti dan menyaksikan langsung upacara kasada ini
BalasHapusSampai sekarang belum kesampaian. Semoga tahun depan diberi rejeki dan kesehatan untuk bisa ikut serta
Luar biasa kearifan lokalnya ya, kak
Bromo, menjadi salah satu tujuan wisata spiritual saya bersama keluarga. Semoga tahun ini bisa tercapai. Benar-benar takjub dengan ritual Yadnya Kasada yang sangat kental akan tradisi suku Tengger.. pengen lihat langsung.
BalasHapusMenyaksikan secara langsung tradisi dan ikut naik juga ke puncak Bromo jadi hal yang menakjubkan ya kak. Jadi wawasan kebudayaannya dapat, berliburnya pun juga dapat
BalasHapusSpill dong nginep di mana H-1 nya? pengen ke Yadnya Kasada 2022 juga. Huwaaaa iri banget hahahah. Pingin mendengar bisikan bromo juga kek amuww.
BalasHapusPasti seneng ya berangkat rame2 sama 'temen' seru abezzz!
Sebuah kesempatan yang luar biasa bisa menyaksikan langsung Upaca Kasada di Bromo.
BalasHapusAku yang mbaca dan melihat foto-fotonya yang keren2 ikutan merasakan kesakralannya, apalagi yang menjadi bagian dari kegiatan.
Menarik banget memang ritual masyarakat Tengger ya, bs jadi destinasi wisata nih kayanya krn biasanya turis2 terutama bulelebo suka banget nih acara kaya gini
BalasHapusKukira bromo hanyalah wisata menikmati keindahannya saja, ternyata ada acara kebudayaan juga. semoga aku juga bisa berkesempatan menginjakkan kaki disini
BalasHapusternyata memang masih ada banyak yang melakukan ritual kek gitu yaa mbak kayak di tempatku juga ada. malah aku jadi penasaran nih karena orang2 muda macam kita ini udah jarang yang punya sawah gimana hasil bumi yang dipersembahkan misal kita ada di lingkungan mereka yaa?
BalasHapusKalau kemari pas aku dateng Kasodo sih kak, udah banyak juga yang nglempar sesajen dalam bentuk uang kertas atau uang logam. Yang penting ikhlas gitu dan sesuai dengan janjinya. Misal nih, aku janji bakal lempar uang Rp50ribu kalau lulus SBMPTN, yaa bakal aku lempar uang itu jika takdirnya sesuai haha. Bahkan kemarin ada bocil2 yang nglempar buku tulis mereka ke kawah karena lulus SD, seru banget sih
HapusWah senangnya bisa jalan-jalan ke Bromo sekaligus menyaksikan upacara adat seperti ini mbak
BalasHapusPasti jadi pengalaman yang berkesan ya
Keindahan bromo memang tak bisa diabaikan. Bahkan sepanjang perjalanan menuju bromo pun sangat memanjakan mata kak. Keren pisann
BalasHapusBaru tau aku klo di Bromo ada adat larung sesajen begini
BalasHapusMungkin gegara aku sering liatnya yang wisata Bromo tuh naik jeep aja, hahaha
Sungguh banyak ya adat-istiadat Indonesia
hua baca ini jadi kangen dengan Bromo, terakhir ke sini rasanya tahun 2012 atau 2013 ya saya lupa, sekarang pasti sudah banyak yang berubah
BalasHapussebagai warga Jatim jujur aq malu soalnya aq belum pernah ke Bromo kak, semoga suatu hari aq bisa berkunjung kesana dan merasakan sendiri atmosfer bromo secara langsung
BalasHapusWah beruntung banget sih kak bisa ikutan upacara kasada di bromo. Aku sebenernya juga pingin banget lho bisa melihat secara langsung upacara kasada.
BalasHapusBaru tahu Donna Donna punya makna itu. Tahu pertama dari film Gie, kirain ya lagu romantis gitu huhu.
BalasHapusNgehaha, itu aslinya lagu orang Yahudi sih kak ceritanya emang kayak nasib pilu yang dianalogikan sama anak sapi
Hapushuwaaa selama ini tuh aku terpaparnya pasir berbisiknya bromo ajaa, tapi ternyata ada pura juga yaa disana dan ada upacara ritual nya juga, beruntung banget kamu kak bisa mengalami traveling yang unik gini :))
BalasHapusEmang ya kak lanskap lautan pasirnya itu bikin lupa apapun karena keren abis. Selain Pura Luhur Poten di kaki Bromo dan Batok, ada banyak padmasari di sekitar Bromo mulai dari jalur Penanjakan atau Mentigen. Bahkan di Bulit Teletubbies yang mau ke arah Jemplang, ada pura kecil Watu Gede gitu. Yuk balik ke Bromo, kak Wulan
HapusTakjub sama mereka yang kuat sekali dengan hawa dingin Bromo. Aku baru pernah ke sana sekali subuh-subuh juga dan rasanya nggak pengen ke sana lagi saking dinginnya huhu.
BalasHapusBener-bener, akupun saat mendaki Bromo melewati anak tangga demi anak tangga menghitung jumlahnya.
BalasHapusDan amazing, banyak orang yang berani berdiri di pinggiran Bromo seperti itu yaa.. Apa gak takut tergelincir?
huhuu.. Upacara Yadnya Kasada 2022 ini salah satunya atau ada upacara sejenis yang lainnya, kak Arai?
Yep, para marit itu emang kakinya kaya nempel gitu sih kak di tebing kawah hahaha akupun juga takjub mereka lari2 ambil sesaji engga jatuh.
HapusWah kalau ritual adat Tengger sih banyak kak. Ada Pujan Mubeng, Barikan, Entas Entas, Unan Unan dan lainnya. Cuma emang Kasodo ini kayak yang terakbar, digelarnya juga di bulan terakhir dalam setahun penanggalan Tengger.
Aah...begitu yaa..
HapusSoalnya aku pas bulan Desember (liburan akhir tahun) juga sepertinya akan ada ritual adat Tengger, karena para warga tampak ramai di depan rumah dan bikin iring-iringan gitu..
Hanya waktu itu kami gak tanya dan akhirnya pulang ke penginapan.
Agak serem pas bagian sapi yang dijadikan sesajen yaa..
Alhamdulillah, bijak.
Sehingga gak membahayakan nyawa marit.
nusantara ini begitu banyak ya budayanya, belum pernah melihat upacara kasada ini, semoga nanti pas ke bromo pas dengan waktu berlangsungnya acara ini
BalasHapusSerunya upacara kasada bromo ini ya. Aku pikir udah gak ada lagi acara upacara adat begini. Ternyata masih dilestarikan kok.
BalasHapusNgomongin bromo, aku pengen banget sih ke bromo. Pemandangannya indah banget menurutku.
Fiuh ... kirain si Sapi beneran mau dilarung ke kawah Bromo. Eh ternyata dia dibawa turun lagi. Bijak ya. Tapi aku nggak terbayang sih, cara menggendong sapi berat begitu sampai ke atas. Sepertinya memakan usaha yang lumayan ya.
BalasHapusSenang sekali bisa mampir ke mari. Seolah aku sedang dibawa dalam ransel Kak Arai untuk ikut mengintip perjalanan ke sana.
Duh, Kak. Dibantuin dong itu kakeknya bawa barang. Pasti berat banget mana medannya kayak gitu, yak.
BalasHapusPengen bisa lihat langsung tradisi ini, tiap ada ajakan temen ke Kasada, timingnya selalu ga pas. Tradisi yang masih terus dilestarikan, dan selalu kagum tiap event Kasada, wisatawan juga semakin banyak yang datang
BalasHapusAh kangen banget sama Bromo :) jadi penasaran pengen kesana lagi pas tradisi ini, keren ya masih terus dilestarikan dan bisa makin jadi daya tarik tersendiri nih :)
BalasHapusBudaya di Bromo masih kuat dan terjaga banget ya mbak. Dengan adanya upacara tradisi begini pasti lebih banyak memikat wisatawan
BalasHapusPara Marit itu buat kita melakukan hal membahayakan ya, tapi bagi mereka itu adalah usaha untuk mendapatkan apa yang dilarung.
BalasHapusSebuah aktivitas yang sangat mendebarkan kalau saya melihat secara langsung
Deket dari rumah tapi belum sampai juga ke lokasi ini. Mudah2an diberi kesempatan utk bisa melihat keseruan Kasodo secara langsung nanti.
BalasHapusEh, udah ga ada yang malak saat naik kuda kan? Hehe..Padahal wisata alamnya bagus loh, plus budayanya yang ga kalah ama Bali. Smg terus asri budaya seperti ini ya kak.
Hahahaha, kayaknya emang yang palak kuda kemarin itu antara oknum dan kesalahan pahaman sih kak. Aku kemaren aman2 aja di Bromo, tapi mungkin pas Kasodo kali ya mwkkwkw. Bikin cemas temen2ku yang fotografer sih emang kalau bener2 kudu bayar mahal buat paket foto gitu
HapusAku baru tahu kalau sesajinya itu dikumpulin lagi ternyata yaa mbaa Arai. Kirain dibiarin gitu aja entah dimakan monyet atau binatang di sana. Keren sih ini jadi ngga ninggalin sampah yaa
BalasHapuspemandangan Bormo luar biasa ya mba, beruntung bisa meliput kegiatan upacara di sana langsung
BalasHapusYang bikin ngeri itu adalah orang Tengger yang masuk ke kawah tanpa takut jatuh. Kok bisa ya dan mereka beneran gak jatuh loh. Aduh jadi kangen ke bromo lagi. Terakhir ke sana waktu belum punya anak. Sekarang udah anak dia belum ke sana lagi. Hiks
BalasHapusRitual yang tidak pernah mati ya
BalasHapusSelalu ada harapan dari setiap ritual
Saya belum pernah ke sana tapi pengen sekali
Indah buat jadi bahan fotografi
Yaampun, lihat foto-foto di Bromo jadi bikin rindu, jiwa menjelajahi daerah pegunungan langsung meronta-ronta. Daannn yang bikin iri di artikel ini adalah, bisa liput kegiatan tradisinya, seruuuuu ❤️❤️❤️
BalasHapusaku suka mupeng klo liat orang2 yg prewed di bromo pake jeep, behhh, keren haha, sekalian bisa liburan yaa dan liat eksotisme dan budaya di sana
HapusBeruntung banget bisa menyaksikan ritual Yadnya Kasada yang begitu khidmat dan keramat ini ya kak. Pasti pengalaman tak terlupakan.
BalasHapusOya, itu yang di foto kambing hitam kan, kak? Tapi di captionnya sapi hitam. Hehee.. CMIIW
Iya kak, menyenangkan sekali memang ngelihat Kasodo langsung. Anu itu di foto emang sapi ngehahaha, sapinya imut2, masih bocah
HapusKe bromo cuma sekali. Itu pun gak sengaja dan kondisinya sedang sepi. Hanya ada beberapa pengunjung waktu itu. Biaya masuk nya masih free. Cuma bayar parkir. Pengen banget kesana lagi bertepatan dengan acara-acara gini. Tapi susah
BalasHapus