Namun di tangan Makbul Mubarak, premis yang sebetulnya terdengar sederhana dan tampak seperti kisah drama biasa itu justru menjelma menjadi sebuah film thriller yang tanpa sadar, sukses membangkitkan ketakutan-ketakutan lama dalam diriku. Aku sepakat dengan Makbul yang mengambil posisi sebagai sutradara dan penulis skenario, bahwa AUTOBIOGRAPHY merupakan pengejawantahan ketakutannya semasa kecil.
Selama 115 menit, aku seperti dijejalkan dalam situasi tidak mengenakkan. Sebuah kecemasan abadi sebagai masyarakat sipil, yang memiliki warisan ketakutan pada sang penguasa. Hingga akhirnya saat mencapai ujung frame adegan yang diperlihatkan, AUTOBIOGRAPHY begitu membuktikan bahwa tak selamanya horor itu muncul dari film setan.
Tayang perdana secara internasional dalam Festival Film Venesia pada 2 September 2022 silam, film ini memang sudah meraih atensiku cukup lama karena mejeng di berbagai festival film global seperti di Toronto, Busan, hingga Stockholm.
Bahkan makin menjadi-jadi setelah Makbul memboyong Piala Citra untuk kategori Penulis Skenario Asli Terbaik, mengalahkan Bene Dion Rajagukguk di karya fenomenalnya, NGERI-NGERI SEDAP (2022). Beruntung, aku bisa menonton film ini lebih awal satu pekan dalam special screening sebelum jadwal rilis resminya pada 19 Januari 2023.
Tak butuh banyak penjelasan untuk memperlihatkan betapa besar kuasa sang Jenderal Purna bukan hanya dalam kehidupan Rakib, tapi juga hampir di seluruh kampung. Bahkan lewat adegan menolak segelas kopi, Purna mampu menguarkan kharisma yang sangat kuat sehingga siapapun lawan bicaranya, otomatis menghormati dan juga takut padanya.
Ya, ketakutan berlebih pada mereka yang memiliki kuasa dan berstatus sebagai petinggi militer bukan hal asing di negeri ini. 32 tahun berada dalam cengkeraman Sang Smilling General, ketakutan itu bahkan bisa dengan mudah ditemukan di lingkungan sekitar kita dan semakin berlipat ganda seiring rendahnya status sosial. Menyadari hal itu, Purna menggunakan ketakutan masyarakat sebagai senjata terbaik untuk melanggengkan tujuan politiknya.
Rakib saat sedang di rumah Purna |
Baginya, Purna seolah mengisi kekosongan yang gagal ditempati Amir sebagai sosok Ayah baginya. Sang pemuda desa berusia 20 tahunan itu bahkan begitu menikmati kala dipuji mirip dengan sang Jenderal, atau dianggap cocok sebagai anak maupun cucu laki-laki Purna, hingga sampai diberi julukan 'sersan' oleh orang-orang di sekitarnya.
Purnawinata, sang mantan Jenderal yang jadi caleg |
Namun seperti halnya kekuasaan otoriter yang selalu diikuti oleh kudeta, riak kecil muncul dalam keteraturan hidup Purna lewat sosok Agus (Yusuf Mahardika). Anak SMA itu dengan berani melakukan konfrontasi dengan agenda politik Purna.
Seperti halnya masyarakat kecil yang memperjuangkan nasib di hadapan penguasa, keberanian Agus harus dibayar sangat mahal karena sang Jenderal merasa terusik. Rakib yang tak ingin tujuan tuannya terganggu, dengan rela hati menjadi kaki tangan yang kelewat setia sampai tak sadar kalau kompas moralnya sudah berputar arah.
Rakib kala menyusul Agus, pemuda SMA yang berani |
Makbul sepertinya memang menyuguhkan first act dari filmnya dengan kecepatan sedang bahkan cenderung pelan dan malu-malu. Namun saat babak kedua dimulai, kulit sang Jenderal mulai dikelupas secara perlahan. Di titik inilah kekuasaan melepaskan topeng teror yang dia pakai, dan Arswendy menjalankannya dengan baik.
Arswendy Bening sebagai Jenderal Purna |
Sebuah perasaan familiar bagi mereka yang hidup di masa Orde Baru saat dihadapkan pada sosok berkuasa.
Tidak tampak redup, Kevin juga mampu menampilkan akting yang sangat cemerlang dalam film ini. Bahkan bisa dibilang kalau suguhannya dalam AUTOBIOGRAPHY ini sangat layak menjadi lawan main Arswendy, dan merupakan akting terbaiknya sepanjang menjadi aktor.
Aku sudah menyukai Kevin sejak menjadi Jaka di BEBAS (2019) dan semakin takjub seiring dengan daftar filmografinya. Bahkan kalau bisa dibilang, aku lebih memilihnya mendapat Piala Citra di Festival Film Indonesia 2022 alih-alih Marthino Lio. Kevin jelas akan menjadi salah satu aktor masa depan Indonesia dengan koleksi arthouse yang layak diperhitungkan selain Chicco Kurniawan dan Jerome Kurnia.
Dengan performa Kevin dan Arswendy yang memuaskan itulah, Makbul pun akhirnya mampu menyuguhkan momen intimidatif itu dengan sempurna di setiap kebersamaan Purna dan Rakib. Percayalah, AUTOBIOGRAPHY memiliki adegan memandikan seseorang (kupilih sebagai adegan favorit) hingga berburu burung dengan sangat mencekam, padahal ini bukan film horror.
Dengan performa Kevin dan Arswendy yang memuaskan itulah, Makbul pun akhirnya mampu menyuguhkan momen intimidatif itu dengan sempurna di setiap kebersamaan Purna dan Rakib. Percayalah, AUTOBIOGRAPHY memiliki adegan memandikan seseorang (kupilih sebagai adegan favorit) hingga berburu burung dengan sangat mencekam, padahal ini bukan film horror.
Purna mengajarkan Rakib berlatih menembak senjata |
Melengkapi bagian visual, Waldir Xavier sebagai penyunting suara juga mampu menjalankan tugasnya dengan rapi dalam membangun suasana, hingga mencapai klimaks di 20 menit adegan terakhir yang sangat luar biasa itu.
Tak ada yang terdengar terlalu lirih, berdengung atau lantang berlebihan selama aku menonton. Bahkan aku begitu tegang dan melompat kecil di kursiku, saat mendengar letupan suara senapan Rakib memecahkan gelas kaca serta membuat bulu kuduk meremang.
Hubungan majikan dan pembantu, semakin kelam seiring waktu |
Mungkinkah terlintas dalam pikiran mereka untuk melepaskan kuasa untuk sejenak?
Jelas memang kalau AUTOBIOGRAPHY ini bukan sekadar hubungan majikan dan pembantu. Film ini adalah riwayat kehidupan sebuah generasi di negara kita.
Hanya saja AUTOBIOGRAPHY bukanlah tanpa cela. Tema besar yang dianggapnya sebagai jati diri bangsa dan ingin Makbul sampaikan, justru akan membuat film terasa semu jika dihilangkan. Bahkan film ini jelas bukan konsumsi mereka yang menuntut perasaan nyaman dan hangat usai keluar bioskop, karena justru tanggapan pretensius yang terasa sangat kuat dengan berbagai teori relasi kuasa yang jika tak mau dibilang terlalu memaksa.
Kendati third act tampil begitu dahsyat, aku sepakat bahwa apa yang terjadi pada Rakib masihlah sebuah kemustahilan dari cerminan kondisi saat ini. Kita mungkin gembira kala nurani masih dominan dalam sosok Rakib. Namun tetap saja, itu terlalu sulit terwujud untuk rakyat kebanyakan.
Tetapi sangat menarik untuk melihat bagaimana sang 'sersan' akan berjalan dengan jubah kekuasaan yang begitu pongah pernah dikenakan oleh majikannya.
Tetapi sangat menarik untuk melihat bagaimana sang 'sersan' akan berjalan dengan jubah kekuasaan yang begitu pongah pernah dikenakan oleh majikannya.
Rakib dengan hobinya bermain catur bersama Purna |
Karena bagaimanapun juga, dalam sejarah bukanlah yang benar menjadi pemenang. Namun si pemenang itulah yang akan dibenarkan.
Bagiku, kekuasaan memang sama kelamnya dengan ketakutan.
Selamat menonton salah satu calon terkuat film Indonesia terbaik di tahun 2023 ini.
Justru pas nyanyi Kaulah Segalanya itu berasa seolah lagu pemujaan, lo. Merindiiingg... Ha ha ha.
BalasHapusAku related ke film ini bukan dari sisi ketakutan yang akrab di tengah masyarakat. tapi justru dari sudut pandang jenderal dan pembantunya. Aku merasa sang jenderal sekaligus sang pembantu di saat yang sama.
Ngehahaha pemujaan, sektenya pak Jenderal yak? Mungkin karena aku tinggal di lingkungan keluarga tentara, jadi emang mempengaruhi.
HapusSang jenderal adalah sang pembantu, hubungannya emang asimetris sih, tapi makin keliatan siapa yang mengontrol siapa.
Dahlah, kita terlalu teoritis.
Sejatinya, seorang purnawirawan Abri kembali ke desanya ingin hidup tenang sambil mengenang masa indah saat bertumbuh di sana. Hampir sama denga Bapak saya, saat memutuskan pindah ke kampung halamannya, Mbak.
BalasHapusNamun segala bayangan itu, tidak selamanya sesuai kenyataan. Salah satunya godaan menjadi penguasa. Karena memang karakter orang tinggal di desa, suka disanjung.
Saya jadi pengin nonton film ini, Mba. Apalagi berbagai penghargaan sudah didapatkan. Segera nih, cek jadwal tayang di bioskop terdekat hehehe.
Kalo aku nungguin ini masuk Netflix atau Disney gitu boleh ngga? hahaha sayang banget film bagus gini tapi aku gabisa ntn hwaaaa T_TT
BalasHapusBukan benar yang akan menang, melainkan pemenang yang akan dibenarkan. Hhh nonton trailernya saja aku sudah merasa kalau film ini beneran "gelap" dan akan meninggalkan perasaan nggak nyaman seusai menyaksikannya.
BalasHapusPenasaran pengen ikutan nonton filmnya. Sepertinya bisa nonton trailernya dulu nih kalau belum ada di platform. Di balik film ini ada banyak prestasi juga, ya Kak.
BalasHapusWalaupun gelap tapi gak buram. Ini daku suka sih. Apalagi film ini juga lagi dibicarakan sama beberapa teman daku yang suka nonton. Bakal kepincut banget deh daku buat nontonnya
BalasHapusWaah koo bagus yaa jalan ceritanya, aku sampai baca pelan pelan diserapi...btw emang kalau sudah biasa menjabat ketika pensiun masih kebawa bawa dimasa.masih jd pejabat. (Gusti yeni)
BalasHapusSalut dengan Makbul Mubarok yang membuat film keren Autobiography, padahal namanya termasuk new comer dalam dunia perfilman. Pemilihan Kevin Ardilova dan Mas Arswendy pun benar-benar perpaduan yang matang dan ciamik
BalasHapusWah, film ini emang bagus ya mbak
BalasHapusTak heran bisa menyabet banyak penghargaan
Ini bisa dibilang menceritakan post power syndrome yang biasa dialami orang pasca pensiun
memang tidak selamanya film horror itu berasa dari film setan, justru film thriller macam autobiography ini lebih banyak jumpscarenya dibanding film setan, i prefer choose film autobiography meski merasa agak kelam nih film, hehe. cast nya pemain baru kah? atau aku yang kurang gaul nih? penasaran dengan aktingnya, semoga soon segera ada di netflix, secara gitu aku belum bisa nonton ke bioskop, syedih
BalasHapusCakeep beneeerr filmnyaa..
BalasHapusAku ngerasain detil-detil scene hanya melalui trailernya aja udah merinding banget.
Ini sumpah, keren sih kalo kata aku mah.. Karena memang dramatisasi yang benar terjadi di masyarakat mengenai status sosial terlebih terhadap purnawirawan ABRI yang mohon maaf, masih butuh dihormati meski sudah pensiun.
Keren..keren!
Ini film Indonesia yang bagus sih katanya ya aku baca-baca reviewnya. Lalu pas baca review Kak Arai, malah jadi pengen ikutan nonton juga. Eh, ini bener terjadi juga di masyarakat kita ya?
BalasHapusWaaah jadi thriller gitu ya mbak, menarik nih autobiography. Durasinya juga lumayan ya, kurang dari 2 jam. Udah gitu apik banget penataan suasananya. Otw masukin list buat ditonton.
BalasHapus