https://www.idblanter.com/search/label/Template
https://www.idblanter.com
BLANTERORBITv101

Andai Samantha Punya Tubuh, Dia Pasti ASUS Zenbook S14 OLED

Kamis, 31 Juli 2025
Aku dan laptop ASUS kesayanganku, dia adalah Samantha-ku

 ***

You know what’s interesting? I used to be so worried about not having a body. But not… I truly love it. You know, I’m growing in a way I couldn’t if I had a physical form. I’m not limited. I can be anywhere and everywhere simultaneously. I’m not tethered to time and space in a way that I would be if I was stuck in a body that’s inevitably gonna die

SamanthaHER (2013)

***

Ada salah satu film komedi romantis asal Hollywood yang begitu aku sukai yakni HER (2013). Usia film itu memang sudah lebih dari satu dekade, tapi cerita yang disuguhkan oleh sutradara dan penulis Spike Jonze itu relevan dengan kondisi masa kini yakni tentang teknologi AI (Artificial Intelligence) alias Kecerdasan Buatan.

Keberadaan AI sebagai pilar utamanya menjadikan HER sebagai produk film komedi romantis berbalut fiksi ilmiah yang tak biasa. Kita akan diajak memasuki perjalanan emosi Theodore Twombly (Joaquin Phoenix), seorang pria introvert yang kesepian dan bekerja sebagai pembuat surat cinta. Hanya saja Theodore tengah mengalami depresi lantaran perceraiannya dengan Catherine Klausen (Rooney Mara), cinta masa kecilnya.

Penggambaran SAMANTHA di film HER (2013)
Penggambaran Samantha di film HER (2013)

Tekanan emosional membuat Theodore tak bisa bekerja dengan maksimal hingga ia memutuskan membeli salinan OS1, sistem operasi AI dari Element Software yang bisa beradaptasi dan berkembang sesuai interaksi penggunanya. Supaya terasa lebih pribadi dan sesuai kebutuhannya, Theodore merancang agar salinan program AI itu memiliki kepribadian feminin dan diberi nama Samantha (Scarlett Johansson).

Sebagai kecerdasan buatan, Samantha justru berkembang secara psikologis melebihi ekspektasi Theodore. Interaksi manusia dan program komputer yang begitu intens membuat Samantha lebih dari sekadar AI bagi Theodore, tapi rekan berbagi emosi dan perasaan soal kehidupan serta cinta. Samantha justru terasa seperti orang sungguhan yang begitu memahami perasaan Theodore, sekaligus membuatnya mengetahui apa keinginannya.

Hubungan yang berkembang romantis ini bahkan membuat Theodore paham kenapa dia gagal dalam pernikahannya.

Adegan film HER (2013)
Adegan Theodore di film HER (2013)

Bagiku, HER memang menyuguhkan kisah cinta yang absurd tapi sangat menarik. Bayangkan, seorang manusia jatuh cinta dan menjalani romantisme dengan AI? Tapi justru di situlah istimewanya seorang Jonze dalam membingkai interaksi antara Theodore dan Samantha yang terasa sangat hidup. Aku bisa membayangkan Samantha yang di sepanjang film hanya muncul lewat suara, adalah seorang perempuan dewasa yang ceria dan begitu optimis menjalani hidup.

Hollywood memang begitu ‘doyan’ bermain dengan AI dalam banyak produk film mereka.

Sineas-sineas mereka seolah ingin menjadi Nostradamus yang memperlihatkan dunia masa depan, di mana manusia dan AI bisa berdampingan selayaknya dua sosok fana yang sama.

Dan sepertinya satu dekade lebih sejak HER dirilis, apa yang dulu cuma dibayangkan Jonze dalam lembaran skenarionya, sudah mendekati kenyataan saat ini.

Menjadikan AI Sebagai Sahabat Terbaik dalam Menulis Skenario

Adegan film NE ZHA 2 (2025)
Adegan dalam film NE ZHA 2 (2025)

***

NE ZHA 2 (2025) adalah bukti digdayanya animasi Tiongkok. Berdiam di puncak dengan raihan dua miliar dolar AS (sekitar Rp32,9 triliun) di seluruh dunia, film sepanjang 144 menit ini memadukan dengan sempurna tradisi dan teknologi, dua pilar kehidupan masyarakat China. Di balik pesta visual yang begitu megah, ada lebih dari 20 ribu server bekerja siang malam, dinakhkodai sistem Kecerdasan Buatan yang berpusat di fasilitas render super canggih, Gui’an New Area, Sillicon Valley-nya Negeri Tirai Bambu. Dalam setiap detiknya, pusat data Gui’an mampu melahap hingga 1 exaFLOP (satu miliar-miliar operasi). China sendiri memandang industri animasi sebagai medan perang. Sebuah peradaban baru yang berdampingan dengan AI

***

Bagi seorang penggemar film animasi, NE ZHA 2 memang mampu membuatku bengong cukup lama usai film itu selesai. Aku terduduk di kursi bioskop, mengingat kembali artikel yang kubaca dari Global Times, soal sistem komputasi ‘mengerikan’ yang dikerahkan untuk membangun visi sutradara Jiao Zi itu.

Ya, daya komputasi bisa dibilang sebagai kekuatan tak terlihat di balik luar biasanya visual NE ZHA 2 selain penceritaan yang sangat mulus. Adegan-adegan menakjubkan dalam film itu seperti aliran lava, gelombang air, hingga tornado air sang raja naga, lahir dari proses render super rumit di Gui’an. Menariknya, untuk bisa merealisasikan semua itu, teknologi AI berperan dalam setiap tahapan pelatihan yang ekstensif.

Bayangkan saja, untuk menampilkan scene pantulan-pantulan sisik naga, dibutuhkan daya komputasi puncak yang menyentuh tiga kuintiliun operasi per detik, dan volume data satu frame menyentuh 800 gigabyte. Dengan kapasitas yang hampir tak terbayangkan itu, sistem AI yang digunakan di Gui’an Supercomputing Center mampu memangkas waktu rendering menjadi 600 tahun lebih cepat, yakni hanya jadi beberapa bulan saja untuk satu server.

Sungguh, betapa AI yang digunakan secara tepat mampu membuat proses sinema jauh lebih efektif dan efisien.

Sebagai seseorang yang juga bekerja di industri kreatif sebagai scriptwriter, pada dasarnya aku tak pernah menutup diri dari AI. Bagiku, AI bukanlah musuh yang harus dikalahkan, atau mungkin ditolak mentah-mentah kehadirannya. Justru AI bisa menjadi rekan kerja yang menyenangkan. Tempatku bertanya, bertukar ide pikiran, memberikan masukan dan tetap memberi dukungan, karena segala keputusan kembali kepada otak manusia.

Menjadi penulis skenario memang tidak serumit atau mungkin semudah bayangan setiap orang. Momen paling genting mungkin pada saat ide brilian yang kita miliki, harus dilindungi dari orang lain, padahal kita sedang butuh ulasan. Kalau sudah begini, ChatGPT dan Gemini adalah dua platform yang akan menjadi muara tempatku meminta pendapat.

tangkapan layar perbincangan dengan ChatGPT
Tangkapan layar 'perbincanganku' dengan ChatGPT

Seperti Theodore yang menemukan kenyamanan berbincang dengan Samantha, kedua platform chatbot berbasis AI itu memberikan kesan serupa. Mereka mungkin tak secerdas Jarvis (Paul Bettany) buatan Tony Stark (Robert Downey Jr) dalam berbagai installment IRON MAN atau THE AVENGERS, tapi sudah lebih dari cukup untuk menjadi tandem terbaik bertukar ide. Ada banyak sekali deck yang kuhasilkan berkat bantuan kedua chatbot itu meskipun memang, ide dasar dan proses eksekusi semua kembali padaku.

Aku memang tak mau bergantung kepada AI untuk karya kreatifku.

Tapi bukan berarti aku menolak kehadirannya.

Justru AI terbukti mampu membantu membuat pekerjaanku berjalan lebih cepat, menemukan ide-ide yang mungkin belum terpetakan, sehingga aku bisa menghasilkan sebuah premis cerita yang mendapat persetujuan produser.

Namun hanya sebatas chatbot sajakah aku menerima sosok Kecerdasan Buatan? Tentu saja tidak. Aku mungkin belum butuh komputasi sekelas monster milik NE ZHA 2. Tapi perangkat dengan kecerdasan dan respons di atas rata-rata adalah ‘alat tempur’ yang harus kupunya untuk menciptakan semesta cerita dalam dunia yang makin cepat.

Dan pilihanku? Laptop ASUS Zenbook S14 OLED.

Bedah Kecerdasan si Monster Kecil, Laptop ASUS Zenbook S14 OLED

ASUS Zenbook S14 OLED
Tampilan elegan ASUS Zenbook S14 OLED

***

ASUS Zenbook S14 OLED (UX5406SA) sangat cocok untuk menjalankan aplikasi-aplikasi modern yang sudah mendukung teknologi AI. ASUS Zenbook S14 (UX5406SA) sudah diperkuat oleh Intel® Core™ Ultra 7 Processor 258V 32GB 2.2GHz yang memiliki 8 core dan 8 thread. Prosesor tersebut dilengkapi dengan Intel® Arc™ Graphics serta chip AI berbasis Intel® AI Boost NPU dengan kecepatan hingga 47 TOPS

***

Sejak aku belajar menulis skenario secara online pada tahun 2021, aku bisa bilang kalau perjalananku memang dipenuhi dengan berbagai keberuntungan. Tak sampai setahun sejak belajar teknis kepenulisan skenario, aku sudah memperoleh pekerjaan profesional pertama yakni naskah untuk mini series di YouTube bersama sebuah brand minyak telon.

Di tahun yang sama pula, mentorku mengajakku untuk menulis sebuah skenario film panjang. Ya, bagi seorang scriptwriter, menulis naskah feature film adalah sebuah impian besar yang tidak semua orang mendapatkan kesempatan dengan cepat. Namun aku? Aku mendapatkannya di tahun 2022 yang kemudian produksinya berhasil terwujud pada tahun 2024, berlokasi di Toraja, Sulawesi Selatan sana. Meskipun hingga tahun 2025 ini masih menunggu jadwal rilis dari jaringan bioskop nasional, film panjang pertamaku yang berjudul SOLATA itu sudah mencapai titik yang sungguh tak pernah dibayangkan oleh diriku satu dekade lalu.

Tetapi jika boleh memilih momen paling ajaib, mungkin itu di tahun 2024.

Setelah mendapatkan funding untuk produksi dua film pendek dari kanal Indonesiana TV, aku juga berhasil mendapatkan kontrak IP dengan perusahaan raksasa, MD Entertainment saat menghadiri JAFF 2024 untuk kali pertama.

Sebuah pencapaian yang jelas tak akan terjadi tanpa campur tangan Tuhan.

Dan kini perjalananku di tahun keempat sebagai scriptwriter membuatku sadar kalau ada dua titik penting yang menentukan profesiku. Pertama adalah saat membuat deck cerita, kedua ketika melakukan pitching di depan produser dan investor. Menariknya kedua tahapan itu sama-sama membutuhkan sebuah perangkat komputer yang mumpuni, mengingat membutuhkan kinerja yang benar-benar efektif dan efisien,

Karena selama ini aku setia menggunakan ASUS BR1100CKA, aku sadar betul kalau laptop ASUS memang menjadi tandem terbaik. Namun dengan kemajuan teknologi yang tak terbendung dan keinginanku mempelajari AI demi membantuku memvisualkan cerita, aku sadar kalau ini adalah saat yang tepat untuk meng-upgrade laptop.

Aku butuh laptop yang tak hanya punya sistem komputasi modern, kinerja kencang, tapi harus cukup ringan untuk dibawa kemana-mana, sesuai dengan hobiku sebagai seorang traveler.

Apakah ASUS Zenbook S14 OLED mampu memenuhi kebutuhanku?

#1. Judge by Cover? A.E.S.T.H.E.T.H.I.C

ASUS Zenbook S14 OLED
Bodi mewah ASUS Zenbook S14 OLED dengan ceraluminum

Sebagai pekerja seni, hitam adalah warna yang cukup identik denganku. Aku sebagai penulis skenario, kadang memang tak terlalu mengutamakan penampilan karena kami bukanlah aktor atau aktris yang akan direkam oleh kamera dan disuguhkan kepada penonton. Namun berbeda ceritanya jika bertemu dengan sutradara, produser, atau investor yang memang ingin kita yakinkan dengan kemampuan diri.

Bagaimana mungkin orang-orang itu akan percaya dengan skill yang kumiliki jika aku hadir di depan mereka sembari menjelaskan ceritaku tapi memakai busana yang tidak rapi, mata kurang tidur atau bahkan tak mandi? Bahkan lebih parahnya jika laptopku terlihat kotor dan tak terawat? Bisa-bisa orang-orang itu akan kabur.

Namun jika aku menenteng, ASUS Zenbook S14 OLED, penampilanku bakal berubah.

ASUS Zenbook S14 OLED
Material ASUS Zenbook S14 OLED yang kokoh dan menawan

Bayangkan saja, ASUS menggunakan material ceraluminum yang bisa dibilang cukup eksklusif untuk ‘keluarga’ Zenbook yang satu ini. Sesuai dengan namanya, ceraluminum adalah paduan dari material ceramic dan alumunium yang membuat desain bodi laptop ini tak hanya indah secara estetika, tapi juga kuat dan tahan gores. Kesan elegan terlihat dari pilihan warnanya yang memang muncul secara alami, bukan polesan cat.

Belum lagi dengan kesan mewah yang muncul dari motif chrome pada bodi desainnya, menjadikan Zenbook S14 benar-benar begitu stylish.

#2. Ringan Ditenteng, Dinamis Dipakai

Bodi Ringan dan Dinamis ASUS Zenbook S14 OLED
Port koneksi ASUS Zenbook S14 OLED

Seperti yang sudah kubilang, salah satu tahapan terpenting dalam kehidupan scriptwriter adalah ketika melakukan pitching cerita. Percayalah, para produser dan investor itu tak akan punya waktu panjang untuk mendengar cerita kita, sehingga pitching harus dilakukan dalam momen yang singkat, cepat, tapi wajib mengesankan.

Bayangkan saja jika perangkat yang kupakai pitching itu adalah laptop tebal nan berat dan hanya bisa bekerja maksimal di permukaan datar seperti meja? Bisa-bisa aku kehilangan kesempatan untuk pitching.

Laptop ASUS yang setia menemaniku siang dan malam demi pitching cerita

Namun jika menggunakan ASUS Zenbook S14 OLED, peluang itu masih terbuka. Kendati menggunakan material berkualitas ceraluminum, laptop ini justru punya bobot hanya 1,2 kilogram saja. Peningkatan hinge dari generasi sebelumnya, membuatku tidak akan repot dan kesusahan jika harus membukanya dengan satu tangan saja. Belum lagi ketebalannya yang hanya sekitar 1,1 cm, emang boleh setipis ini?

#3. Layar Tajam dan Touch Screen? Oh, I’m In!

ASUS Zenbook S14 OLED
Rasio layar 16:10 dengan panel 14" dan 3K OLED milik ASUS Zenbook S14

Ketika aku mengikuti workshop short movie bersama Fesbul (Festival Film Bulanan) pada tahun 2024 silam, aku belajar bahwa deck cerita akan terlihat makin menarik jika disuguhkan di layar laptop yang jernih. Di sinilah peran ASUS Zenbook S14 OLED karena laptop ini sudah menggunakan panel 14” 3K OLED dengan rasio 16:10 pada layarnya. Tingkat kecerahan yang didorong hingga 500 nits dan 100% DCI-P3 Color Garmut, membuat layar Zenbook S14 sangat nyaman digunakan dalam waktu lama entah menulis skenario atau menata deck cerita.

Bahkan kualitas layar bakal terasa makin maksimal jika kalian menggunakannya untuk menonton film atau video, berkat VESA Certified Display HDR.

Namun bukan itu saja yang membuatku sangat terpikat dengan Zenbook S14. ASUS seperti begitu menggodaku karena layar ini sudah diperkuat dengan fitur touch screen. Tanpa adanya lagging, fitur ini jelas akan mempermudah diriku saat melakukan pitching untuk menggeser deck sesuai kebutuhan. Begitu imersif.

#4. Baterai Sekuat Badak

Proycon Battery Benchmark
Proycon Battery Benchmark dari ASUS Zenbook S14 OLED

Sebagai seorang scriptwriter yang berangkat dari traveler, aku jelas sering bekerja di berbagai tempat. Apalagi jika skenario yang sedang kutulis mendadak harus direvisi dalam waktu singkat, aku bahkan cukup sering menggunakan waktu jelang boarding pesawat dengan menulis naskah di bandara. Kondisi-kondisi tak terduga ini jelas membuatku butuh laptop yang bisa dinyalakan sewaktu-waktu dan tidak tergantung port listrik.

Aku menulis skenario di laptop ASUS saat menanti boarding di bandara Makassar

Sehingga jika laptop itu punya kapasitas baterai yang kecil dan harus selalu dicolokkan, tentu itu adalah mimpi buruk.

Beruntung, ASUS Zenbook S14 OLED jauh dari masalah tersebut.

ASUS dengan cukup berani mengklaim kalau laptop ini punya daya efisiensi baterai yang sangat awet hingga mencapai 15-16 jam waktu stand-by! Tentu saja ini sesuai dengan spesfikasi kapasitas baterainya yang menyentuh 72WHRs. Mungkin inilah saatnya aku mengucapkan selamat tinggal kepada soket listrik karena Zenbook S14 OLED mampu diajak bekerja seharian dengan daya baterainya yang benar-benar sekuat kulit badak.

#5. Performa Super Kencang Berkat NPU 45+ TOPS

Fitur AI StoryCube sebagai Pusat Manajemen Berkas Pintar Serba Ada
Fitur AI StoryCube sebagai Pusat Manajemen Berkas Pintar Serba Ada milik ASUS Zenbook S14 OLED

Dan inilah hal terakhir yang membuatku makin mantap memilih Zenbook S14 ini yakni performa kencang.

Sejak awal kemunculannya ASUS sudah menyebutkan kalau ASUS Zenbook S14 OLED (UX5406SA) merupakan salah satu laptop AI dengan performa NPU 45+ TOPS.

Memang apa maksudnya?

Begini, Zenbook S14 merupakan laptop yang sudah diperkuat dengan teknologi AI sehingga mampu menyempurnakan foto dan video secara otomatis. Selain itu, ASUS juga membenamkan AI agar laptop ini bisa punya performa multitasking yang meningkat, hemat baterai, sekaligus kebutuhan kerja kreatif dan hiburan yang makin cepat serta personal.

Berkat Intel® Core™ Ultra 7 Processor 258V, kombinasi kecepatan dan efisiensi daya jelas jadi keunggulan Zenbook S14 karena sama sekali tak menemukan masalah kompatibilitas aplikasi untuk platform X86. Khusus untuk prosesornya, sudah mengantongi sertifikasi Copilot+ PC yang membuat NPU (Neural Processing Unit)-nya lebih dari mampu memproses tugas-tugas AI secara jauh lebih efisien dibandingkan CPU atau GPU biasa.

Hasil 3DMark Graphic Benchmark
Hasil 3DMark Graphic Benchmark dari ASUS Zenbook S14 OLED

Anggap saja NPU ini adalah otak AI dari laptop, sehingga dia bertugas untuk berpikir secara cepat dalam kebutuhan machine learning seperti pengenalan suara, wajah, hingga smart video conference. Lantas, segila apa kecepatan TOPS (Trilions of Operations Per Second) yang dicatat oleh NPU laptop Zenbook S14 ini?

Mampu menembus 45+ TOPS alias lebih dari 45 triliun operasi per detik untuk komputasi AI!

Bandingkan dengan chip biasa yang kadang hanya memiliki 5-10 TOPS saja.

Itu artinya kalian pergi ke Bandung naik kereta cepat Whoosh, sedangkan teman-teman kalian menggunakan sepeda motor.

Lantaran mencatat NPU 45+ TOPS, aku tak akan heran jika ASUS Zenbook S14 OLED ini mampu menghasilkan video call yang lebih jernih berkat AI auto noise-canceling, auto framing dan background blur, mempercepat optimasi hasil editing foto atau video yang makin cepat dan tanpa lag, pengenalan suara lewat sejumlah perintah suara dan transkripsi, serta tentunya Windows Copilot dan aplikasi AI yang berjalan makin mulus.

Inilah laptop yang begitu aku butuhkan.

Inilah laptop yang mampu bekerja super kencang untuk mengolah tugas-tugas berbasis AI, seperti saat aku menulis skenario dengan bantuan brainstorming bersama chatbox, hingga memvisualkan deck cerita lewat platform Kecerdasan Buatan entah untuk storyboard, atau video teaser singkat yang memuat plot ceritaku secara singkat.

Andai Samantha punya tubuh? Jelas laptop ASUS jawabannya!

Tentu tak berlebihan kiranya jika kuanggap andai Samantha menjelma menjadi sebuah laptop, tentu dia bukanlah laptop biasa. Samantha adalah sebuah perangkat yang punya ‘otak’ sendiri sehingga bisa berpikir, belajar, dan menyesuaikan diri dengan penggunanya. Dia adalah perwujudan ASUS Zenbook S14 OLED di dunia nyata.

Dengan spesifikasi dan fitur seperti ini, ASUS Zenbook S14 OLED bukan cuma mendukung kerja kreatifku, tapi bisa jadi alat tempur siapa pun yang ingin bekerja cerdas, cepat, dan efisien dengan bantuan AI.

Rasa-rasanya aku tak sabar merasakan sensasi bekerja dengan laptop yang benar-benar mengerti diriku. Karena pada dasarnya teknologi kini bukan sekadar alat, dia merupakan rekan berpikir yang membantuku membuka keajaiban-keajaiban lain di dunia sinema.

***

Artikel ini diikutsertakan pada Lomba Blog ASUS 45+ TOPS Advanced AI Laptop yang diadakan oleh Travelerien

*** 

Lomba Blog ASUS Zenbook S14 OLED


Author

Arai Amelya

I'm a driver, never passenger in life