https://www.idblanter.com/search/label/Template
https://www.idblanter.com
BLANTERORBITv101

QRIS Amunisi Indonesia Jadikan ASEAN Pusat Dunia

Minggu, 05 November 2023
pedagang souvenir di Pulau Komodo
“Yah, lupa tadi udah pecah uang buat beli makanan. Kamu ada uang cash seratus ribu, nggak? Uangku kurang...” keluhku sambil berbisik kepada rekanku.

Temanku yang sedari tadi asyik bermain drone untuk mengabadikan Kampung Adat Bena dari ketinggian, langsung memanggil drone-nya dari langit dan mendaratkannya. Sejurus kemudian dia meraba-raba kantung jaket, saku celana hingga membuka dompet untuk mencari selembar uang kertas pecahan seratus ribu itu.

Dia lalu menggeleng sambil menatapku yang kubalas dengan kecewa. Kulihat kembali kain tenun ikat yang kupegang, sepertinya kami memang harus kembali dulu ke Bejawa untuk mencari ATM dan melakukan penarikan uang tunai. Sungguh, perjalanan itu cukup jauh dan sudah pasti buang-buang waktu, mengingat kami harus sesegera mungkin kembali ke Labuan Bajo.

“Pakai QRIS saja, kakak. Kakak tak perlu kembali jauh-jauh ke Bejawa, bisa langsung bayar pakai ponsel,” suara Maria Sawi memecah kebingunganku.

Aku menoleh menatapnya, sang pengrajin kain tenun ikat yang hendak kubeli itu terlihat tidak bercanda.

“Di sini... sudah pakai QRIS?” tanyaku perlahan, sedikit terdengar meragukan.

Maria mengangguk sambil tersenyum lebar. “Sudah sejak April tahun 2022 dikenalkan, kakak. Tapi Mama baru pakai QRIS ini di bulan Oktober,”

Perempuan setengah baya itu lalu mengambil sebuah label QRIS (Quick Response Indonesian Standard) statis dari lemari di sudut teras tempatnya membuat kain tenun ikat Flores ini. Dia lalu menyodorkan label QRIS itu kepadaku. Giliranku yang takjub. Sungguh tak menyangka kalau di perkampungan kuno yang konon sudah berusia lebih dari 1.200 tahun itu, teknologi finansial terbaik yang ditemukan di negeri ini sudah lazim dipakai.

Kulirik rekanku yang sepertinya sama-sama takjub. Pikirannya tampak sama sepertiku.

Bena memang perkampungan era megalitik yang masih memegang teguh budaya leluhur. Dari generasi ke generasi, masyarakat adat di desa yang tepat berada di kaki Gunung Inerie ini begitu menjunjung tinggi hidup yang selaras dalam naungan Yeta, sang Dewa pelindung yang diyakini bersemayam di Inerie.

Namun mereka menolak menjadi masyarakat pedalaman yang tidak memahami perkembangan teknologi. Melalui QRIS, masyarakat Bena menggedor tembok masa lampau, menerima ilmu-ilmu masa depan untuk mengubah kesejahteraan mereka.

Bena menolak tertinggal. Bena mengikuti jejak pelaku wisata di Labuan Bajo yang sudah terbiasa dengan QRIS dalam seluruh transaksinya. Salah satunya adalah para pedagang di Pulau Komodo yang sudah terbiasa dengan transaksi non-tunai.
Pedagang souvenir di Pulau Komodo
Pedagang souvenir di Pulau Komodo
Tak hanya di Pulau Komodo, sejumlah penjual di Pantai Long Pink Beach, Pulau Padar, ternyata juga sudah terbiasa memakai QRIS. Salang seorang pedagang di Padar mengakui kalau hampir setengah rekan-rekan penjualnya sudah menggunakan QRIS untuk layanan transaksi. Ketersediaan sinyal internet dengan adanya menara BTS di seberang Pulau Padar adalah katalis positif yang transaksi non-tunai digandrungi, seperti dilansir Kompas.

Sama seperti Maria Sawi yang kutemui di Bena pada November 2022 silam, Salang juga mengaku mengambil pendapatan transaksi lewat QRIS setiap satu hingga dua minggu sekali.

Bukan tanpa alasan memang kenapa pelaku-pelaku wisata di Labuan Bajo sudah terbiasa dengan penggunaan QRIS. Berstatus sebagai DPSP (Destinasi Pariwisata Super Prioritas), BI (Bank Indonesia) memang mendukung penuh Labuan Bajo sebagai wisata unggulan lewat penerapan elektronofikasi transaksi keuangan, seperti dilansir Antara.
“Ke depannya layanan non tunai yang sedang dipersiapkan adalah elektronifikasi retribusi pasar dan pembayaran non tunai untuk tiket wisata di Taman Nasional Komodo. Sampai Juni 2021, sudah ada 37.450 merchant di NTT yang memakai QRIS,” – I Nyoman Ariawan Atmaja, Kepala Perwakilan BI NTT (Nusa Tenggara Timur).

QRIS, Kuatkan Denyut UMKM Sebagai Penopang Ekonomi Nasional

PKL Nasi Padang di Kawasan Blok M - Jakarta Selatan
PKL Nasi Padang di Kawasan Blok M - Jakarta Selatan
Sudah menjadi rahasia umum jika wisata merupakan salah satu pilar ekonomi Indonesia. Apalagi negeri ini menerapkan konsep wisata berkelanjutan yang berbasis pemberdayaan masyarakat seperti Desa Wisata Bena, yang para pelaku industri di dalamnya adalah pebisnis UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).

Sekadar informasi, UMKM adalah sektor ekonomi yang mengutamakan kearifan lokal dan SDM (Sumber Daya Manusia) asli Indonesia. Menurut SMESCO, UMKM mampu menyerap sekitar 117 juta pekerja (97% dari total tenaga kerja) dengan rincian 107,4 juta pelaku usaha mikro, 5,8 juta pelaku usaha kecil dan 3,7 juta pelaku usaha menengah.

Bahkan ketika pandemi Covid-19 melumat Indonesia, 85% dari sekitar 505 pelaku UMKM di Indonesia yang disurvei oleh Mandiri Institute pada Maret-April 2021 membenarkan kalau perkembangan bisnis mereka sudah berjalan normal. Sebuah pencapaian yang sangat cepat mengingat dalam survei serupa di bulan September 2020, hanya 28% pelaku UMKM yang mengaku telah bangkit dari keterpurukan.

Tak heran jika akhirnya Menparekraf Sandiaga Uno menegaskan kalau 60% dari total PDB (Pendapatan Domestik Bruto) Indonesia bersumber dari para pelaku UMKM. Pebisnis-pebisnis UMKM itulah yang menjadi sasaran utama untuk digitalisasi transaksi lewat QRIS. Hasilnya pun memuaskan karena dari 37 juta pengguna QRIS di Indonesia hingga Oktober 2023 ini, sekitar 26,7 juta merchant merupakan pebisnis UMKM, seperti dilansir Liputan6.

Dalam perkembangannya, penggunaan transaksi QRIS di kalangan pedagang terus meningkat. Dicky Kartikoyono selaku Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI kepada CNBC Indonesia mengungkapkan jika transaksi pelaku UMKM menembus Rp1 miliar alias 81% dari keseluruhan total transaksi memakai QRIS. Nanti hingga akhir 2023, BI menargetkan sudah ada 45 juta pelaku UMKM yang menggunakan QRIS.
PKL Nasi Padang di Kawasan Blok M - Jakarta Selatan
PKL Nasi Padang di Kawasan Blok M - Jakarta Selatan
Luar biasa sekali bukan UMKM ini?

Para pedagang yang omzet bisnisnya ‘minimalis’ ini justru memberikan hasil yang paling maksimal untuk percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan digital di Indonesia.

Bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta, sangat lazim melihat pedagang kaki lima di pinggir-pinggir jalan menempelkan label QRIS statis di gerobak dagangan mereka.

Indonesia, merekalah pahlawan ekonomi yang sebenarnya.

Wujudkan Mimpi Majapahit, QRIS Hubungkan Sistem Pembayaran ASEAN

QRIS
Diluncurkan sebagai bagian BSPI (Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia) 2020-2025 bersama ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia) pada 17 Agustus 2019, QRIS memang tumbuh dengan luar biasa cepat. Empat tahun berjalan, QRIS menawarkan sejumlah fitur yang memudahkan pengguna dan pedagang seperti QRIS TTM (Tanpa Tatap Muka) di tahun 2020, QRIS CPM (Consumer Presented Mode) di tahun 2021 dan QRIS Antar Negara di tahun 2022.

Ya, QRIS Antar Negara.

Penetapan Indonesia sebagai Keketuaan G-20 di tahun 2022 memang cukup memoles citra positif ASEAN. Hal ini jadi bukti kalau perekonomian Indonesia sejajar dengan kekuatan-kekuatan ekonomi dunia. Hanya saja berbagai puja-puji itu tak lepas dari kekhawatiran dan keprihatian seperti survei The State of Southeast Asia 2023 yang dilakukan oleh Pusat Studi ASEAN di ISEAS-Yusof Ishak Institute. Di mana survei itu menyebutkan sekitar 82,6% responden menilai ASEAN begitu lamban, tak efektif dan relevan dalam memandang perkembangan dunia.

Salah satu persoalan yang paling menonjol di hadapi negara-negara Asia Tenggara adalah pendapatan yang cukup timpang.

Tentu untuk memeratakan ekonomi di seluruh masyarakat Asia Tenggara, Pasar Bebas ASEAN (MEA) pun digenjot sejak 1 Januari 2016 yang bertujuan memeratakan distribusi sumber daya ke seluruh wilayah Asia Tenggara. Apalagi sejak status pandemi Covid-19 dicabut di tahun 2023 ini, optimisme pun terasa di negara-negara ASEAN.
QRIS
Kendati ada banyak ancaman resesi ekonomi global hingga prediksi melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 2,6%, ASEAN menolak tunduk. Destry Damayanti selaku Deputi Gubernur Senior BI dalam acara Capacity Building on ASEAN Issues pada pertengahan Mei 2023 pun terdengar begitu percaya diri. Menurut Destry, pertumbuhan di Asia Tenggara bisa mencapai lebih dari lima persen, sedangkan Indonesia ada di kisaran 4,6% - 5,3%.

Hal ini pula yang ditegaskan Presiden Jokowi dalam KTT ASEAN ke-42.

Jokowi bahkan memiliki ambisi yang lebih besar yakni memperkuat transaksi mata uang lokal demi mendorong sentralitas ekonomi Asia Tenggara. Upaya menjaga stabilitas mata uang lokal ini pun melahirkan gerakan dedolarisasi. Untuk mewujudkannya, RPC (Regional Payment Connectivity) yang menggunakan QRIS antarnegara ini berperan sebagai cross border payment (sistem pembayaran lintas negara) berbasis kode QR.

Nantinya melalui RPC, kalian bisa membayar transaksi menggunakan QRIS karena secara otomatis dalam sistem akan mengonversi Rupiah ke mata uang negara bersangkutan.
QRIS
Hingga sejauh ini sudah ada lima bank di wilayah Asia Tenggara yang terlibat yaitu Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS) dan Bank of Thailand (BAT). Di mana untuk Thailand, QRIS antarnegara sudah diresmikan pada Agustus 2022 dengan nilai transaksi menyentuh Rp8,54 miliar. Setahun kemudian atau pada 2023, QRIS sudah terhubung dengan DuitNow QR Malaysia yang tentunya semua mempermudah wisatawan Indonesia kala berlibur ke wilayah Asia Tenggara atau sebaliknya.

Aah, mau tak mau konsep RPC ini membuatku teringat pada kisah Kerajaan Majapahit.

Sebagai monarki terbesar dalam sejarah Indonesia, Majapahit menjalin hubungan dengan para Mitreka Satata (negara sahabat) seperti Kerajaan Champa (Vietnam), Burma (Myanmar) dan Siam (Thailand). Ketika Hayam Wuruk berkuasa di tahun 1350-1389, sang Mahapatih yakni Gajahmada mengucapkan sumpahnya yang begitu termahsyur yakni Amukti Palapa.

Di mana melalui Amukti Palapa, Gajahmada ingin menyatukan seluruh kepulauan Nusantara di bawah panji Majapahit. Sebuah cikal bakal terciptanya ASEAN berabad-abad kemudian.

Kok bisa begitu? karena dalam Kitab Pararaton dan Encyclopaedia Britannica, Gajahmada berhasil menyatukan banyak pulau di bawah kekuasaan Majapahit. Bahkan Negarakertagama menjelaskan kalau kekuasaan Hayam Wuruk terbentang dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Papua, Semenanjung Malaya (Malaysia), Tumasik (Singapura), Kerajaan Maynila (Saludung), hingga Kepulauan Sulu (Filipina).

Tentu karena negara-negara di wilayah Asia Tenggara kini sudah merdeka, menyatukan semuanya di bawah bendera Merah Putih seperti dalam Sumpah Palapa tak akan bisa diwujudkan. Hanya saja penyatuan itu tetap terjadi tapi kali ini melalui RPC si sistem pembayaran lintas negara.

Sebuah upaya luar biasa untuk memperkuat posisi ASEAN sebagai calon pusat dunia.


'QRISnya satu, menangnya banyak!

Author

Arai Amelya

I'm a driver, never passenger in life