https://www.idblanter.com/search/label/Template
https://www.idblanter.com
BLANTERORBITv101

Hilang Sebanyak 75 Kali Luas Yogya, Haruskah Hutan Indonesia Dilindungi Genderuwo?

Selasa, 20 April 2021
hari Bumi 2021

Sebagai anak alam yang masih dalam tahap PDKT, ngomongin hutan memang termasuk hal baru. Saya mungkin baru mulai rajin bicara soal hutan saat naik gunung. Namun semenjak pandemi Covid-19 dan beberapa tahun sebelumnya, hobi naik gunung dan travelling itu seolah terpendam karena terlalu sibuk jadi budak korporat.

Jujur saja, obrolan soal hutan yang sangat minim ini tentu juga terjadi pada kalian. Hutan seolah menjadi hanya bagian dari alam yang dibiarkan berjalan begitu saja. Apalagi kalau kamu tinggal di perkotaan, hutan hanya terdengar saat ada aktivis lingkungan hidup mulai berkoar-koar di pinggir jalan dan kemudian terlupakan.

Pernahkah kalian mendengar anak-anak milenial atau bahkan generasi Z bicara soal aktivitas illegal logging sambil nyeruput boba tea di sebuah cafe?

Atau mungkin satu genk perempuan yang memikirkan nasib hutan dan lahan di Provinsi Aceh yang terbakar 126,6 hektare pada bulan Februari-Maret 2021 kemarin?

Atau sekelompok pemuda yang berkumpul di warung kopi berbicara dengan berapi-api karena luas hutan alam di DAS (Daerah Aliran Sungai) Barito, Kalimantan Selatan berkurang hingga 62,8% yang 'memicu' banjir Kalsel bulan Januari 2021?

Jawabannya tentu sangat jarang sekali.

Atau bahkan, tidak ada.

Kenapa begitu?

Karena menurut sebagian besar dari kita, isu soal hutan masih menjadi sesuatu yang kurang penting. Hutan dianggap tidak memiliki dampak langsung bagi kehidupan sehari-hari. Ngomongin hutan nggak akan bikin kita kaya.

Bahkan, masih lebih seru ngobrolin bagaimana konflik selanjutnya di Hera Palace atau kenapa Arsenal sulit bangkit dari papan tengah EPL 2021, daripada mengetahui nasib hutan Indonesia yang terus berkurang tiap tahunnya.

Padahal tahukah kalian, hutan adalah salah satu mitigasi alias serangkaian upaya mengurangi risiko bencana terpenting dalam perubahan iklim.

Dampak Perubahan Iklim ke Kita-Kita

masalah yang dihadapi peradaban manusia
masalah yang dihadapi peradaban manusia

Kalau kalian ingin tahu bahwa perubahan iklim bisa bikin umat manusia punah, mungkin bisa melihat gambarannya di film THE DAY AFTER TOMORROW (2004). Dikisahkan seorang ahli Paleoklimatologi bernama Jack Hall (Dennis Quaid) menemukan adanya retakan besar di benua es itu yang berkaitan dengan teori pemanasan global (global warming) dan memicu perubahan iklim.

Hanya saja teori Jack itu tidak dipedulikan oleh pemimpin negara sampai akhirnya terjadi perubahan cuaca sangat ekstrem di seluruh dunia secara masif. Mulai dari hujan batu es sebesar bola baseball di Chiyoda (Tokyo) sampai serangkaian angin topan di Los Angeles. Hingga akhirnya terjadi Pembekuan Global karena suhu Bumi anjlok hingga di bawah -101,1°C.

Ah, tapi itu kan cuma film Rai. Nggak mungkin ah, cuma hilang hutan di Indonesia bisa bikin perubahan iklim di Bumi sampai se-ekstrem itu.

Benarkah begitu?

Saya pun termasuk yang berpikir demikian.

Tapi kalau akhirnya hutan yang musnah, itu artinya suhu Bumi bakal makin panas.

Hal inilah yang menyadarkan saya saat mengikuti acara Eco Blogger Squad Earth Day Gathering hari Rabu, 14 April 2021 kemarin. Acara yang terselenggara berkat kerjasama WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), LTKL (Lingkar Temu Kabupaten Lestari), HII (Hutan Itu Indonesia) dan BPN (Blogger Perempuan Network) ini membuka betul kesadaran saya mengenai dampak nyata perubahan iklim yang tampaknya bukanlah film Hollywood lagi.

Sebagai salah satu dari 30 Eco Blogger Squad yang diundang di webinar via Zoom itu, saya sungguh tersadarkan dengan penjelasan bang Yuyun Harmono selaku manajer kampanye keadilan iklim WALHI, saat memaparkan betapa ngerinya dampak pemanasan global.

Boi, tahu nggak kalau saat kita sedang asyik streaming dan rebahan di kamar, pemanasan global yang diderita Bumi akibat ulah manusia ini sudah membuat kenaikan suhu Bumi mencapai 1°C per tahun 2017 lalu?

Bahkan dibandingkan dari masa pra industri, suhu Bumi kita tercinta ini makin panas sekitar 0.2°C setiap sepuluh tahun! Kalau emisi global dibiarin seperti polusi pabrik, Karhutla (Kebakaran hutan dan lahan), polusi kendaraan bermotor, sekitar tahun 2040 maka bakal melewati batas 1.5°C.

Ah, cuma naik 0,5°C kok, emang ada dampaknya?

Ada banget.

Ketika suhu bumi sudah naik hingga 1.5°C, bencana alam mengerikan tidak bisa dihindari, terutama pulau-pulau kecil. Ekosistem laut bisa mencapai titik kritis sampai hilangnya 70-90 persen terumbu karang karena suhu air laut meningkat dan makin asam. 

Kalau sudah begini, gimana cara kalian bisa upload seafood yang bikin ngiler untuk pamer di Instagram?

Nggak bakal lagi. Dan itu bisa terjadi 19 tahun mendatang.

Hutan-Hutan di Indonesia yang Semakin Gundul

Dengan keinginan besar untuk tetap bisa menikmati sunrise di puncak gunung atau berjemur menatap sunset di pantai, mau tak mau saya dan kalian semua memang harus cari solusi agar pemanasan global tak makin berbahaya dan mengancam umat manusia.

Gimana tuh caranya?

Mulai PDKT ke hutan.

Yap, udah saatnya kalian tahu gimana nasib hutan di Indonesia.

Tidak banyak yang tahu bahwa per tahun 2020 kemarin di saat Indonesia genap berusia 75 tahun, ternyata negeri ini sudah kehilangan hutan alam lebih dari 24 juta hektare.

Segede apakah 24 juta hektare itu?

Setara dengan 75 kali luas Provinsi Yogyakarta.

Ya, Yogyakarta yang itu. Yogyakarta yang ada Malioboro tempatmu dan gebetan merangkai asmara sambil duduk dempetan di angkringan.

Gila nggak tuh, luas banget kan hilangnya?

Bahkan biar kamu tambah sadar, dalam periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi saja (2014-2019), luas hutan Indonesia sudah berkurang sekitar 2,6 juta hektare!

Kalau ini segede apa?

Setara dengan 40 kali lipat luas Kota Jakarta.

Yap, Jakarta yang itu. Jakarta yang biasanya jadi lokasi konser idol K-Pop kegemaran kita sebelum pandemi Covid-19 ini menyerang.

Memperkuat fakta-fakta di atas, dalam laporan yang dirilis BPS (Badan Pusat Statistik) bulan Desember 2019 lalu, pengurangan luas hutan ini terjadi hampir di seluruh pulau di Indonesia. Meskipun memang yang paling banyak berkurang di pulau Sumatera dan Kalimantan.

Kok bisa-bisanya hutan itu hilang begitu saja? Apa nggak ada yang sadar kalau nanti bisa bikin Bumi makin panas dan kita bak kue kering Lebaran di dalam oven?

Banyak banget faktornya. Mulai dari jumlah penduduk yang meningkat yang membuat hutan akhirnya diubah jadi lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman penduduk. Lalu ulah manusia yang semakin membutuhkan produk-produk berbahan dasar kayu hutan, sampai pembukaan jalan. Meskipun memang terus ada upaya menahan laju deforestasi, tetap saja belum bisa menahan terus hilangnya hutan Nusantara.

Melihat bagaimana nasib hutan di Tanah Air semakin muram, seperti yang saya bilang di atas, fakta ini cenderung tidak dipahami oleh generasi muda yang harusnya jadi generator kepedulian alam. 

emisi GRK di Indonesia

Generasi muda harusnya sudah mulai paham dengan problem yang dialami hutan-hutan di Indonesia. Termasuk mengetahui apa saja yang sudah dilakukan oleh para pegiat lingkungan seperti WALHI, TLKT dan HII. Seperti pengajuan moratorium hutan dan sawit, gerakan penurunan emisi, pembangunan ekonomi lestari dan desa-desa adat mandiri, hingga galak melindungi area-area dengan keanekaragaman hayati tinggi, supaya laju deforestrasi alias hilangnya hutan semakin berkurang di Indonesia.

Menjaga Hutan dengan Kerajaan Gaib Seperti Alas Purwo

penampakan Alas Purwo
© jejakwisata

Kalau boleh saya kutip ucapan bang Christian Natalie selaku manajer HII dalam acara Eco Blogger Squad Earth Day Gathering 2021 kemarin, cara terbaik untuk mulai menumbuhkan rasa kepedulian terhadap hutan adalah menemukan irisan kepentingan.

Saya sebagai orang yang suka naik gunung, tentu tak ingin jika keinginan bercumbu dengan Mahameru menjadi perjalanan seperti di atas api neraka hanya karena gundulnya hutan di sekitar Semeru. Bahkan saya pun berharap Alas Lali Jiwo di gunung Arjuno tetap mempertahankan keangkerannya, supaya tak ada orang-orang yang usil merusak kedamaian hutan.

Tunggu, kalau begitu artinya kisah angker bisa melindungi hutan, dong?

Benar sekali.

Bahkan menurut Yunus Supanto selaku wartawan senior penggiat dakwah sosial politik saat memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, perlindungan hutan di Jawa punya metode yang sangat efektif yakni menganggap hutan sebagai kawasan angker.

Dari generasi ke generasi, saya yang adalah anak Jawa tentu diajarkan bahwa hutan yang dipenuhi pepohonan sangat rimbun bahkan terasa dingin dan begitu remang saat siang, itu tandanya dihuni oleh makhluk halus. Kamu tentu pernah mendengarnya, bukan? Jangan suka buang air sembarangan di hutan, jangan teriak-teriak dan berkata serapah di hutan, jangan suka ambil tanaman atau buang sampah begitu saja di hutan atau nanti para penduduk Kerajaan Gaib bakal marah dan mengambil jiwamu.

Meskipun mungkin terdengar tidak logis, kuno, dan melanggar ilmu agama, faktanya hutan yang selalu dilingkupi dengan kisah-kisah mistis mulai kemunculan Kuntilanak hingga Genderuwo, selalu bisa terlindungi.

Salah satunya adalah Alas Purwo yang dijuluki sebagai hutan tertua sekaligus terangker di pulau Jawa.

rerimbunan pohon di Alas Purwo
© labuancermin
Berlokasi di ujung timur pulau Jawa, Alas Purwo masuk di wilayah Kecamatan Tegaldlimo dan Purwoharjo di Kabupaten Banyuwangi. Membentang seluas 62 ribu hektar, peresmian Alas Purwo sebagai kawasan suaka sudah dilakukan sejak pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1939. Ada banyak sekali ekosistem yang terdapat di Alas Purwo mulai dari hutan pantai, hutan hujan, dataran rendah, hutan mangrove, hutan bambu, hutan tanaman hingga savana buatan.

Meskipun peradaban manusia telah modern, Alas Purwo tetap menyimpan misteri yang seolah diceritakan dari waktu ke waktu. Ada banyak cerita mistis yang menguatkan keangkeran Alas Purwo. Mulai dari banyaknya orang yang hilang tertelan rimbunnya hutan, sebagai tempat belajar ilmu gaib, tempat semedi Bung Karno, pusat kerajaan setan terbesar di Indonesia hingga makhluk-makhluk halus yang menghuni setiap gua-nya.

Padahal jika dijelaskan dengan akal sehat, berbagai kemistisan Alas Purwo sebetulnya bisa diterima dengan nalar.

Misalkan saja, kenapa ada banyak cerita orang hilang dan tak bisa keluar dari rimbunan pepohonan di bagian dalam Alas Purwo? Itu karena tipe hutan di Alas Purwo adalah hutan hujan dataran rendah yang mana akhirnya membuat manusia kesulitan menentukan arah saat berada di dalamnya. Lalu bagaimana dengan penjelasan orang-orang yang tersesat di Alas Purwo lalu kembali dalam kondisi linglung seolah-olah jiwanya diambil oleh setan dan kesurupan?

Lagi-lagi karena penampilan visual Alas Purwo yang masih alami, vegetasi di hutan ini luar biasa rapat. Belum lagi keberadaan tipe batuan karst, membuat siapapun yang terjebak di dalam Alas Purwo bakal mengalami gangguan mental dan fisik luar biasa lelah, sehingga seolah-olah jadi linglung dan pendiam seperti seseorang yang terkena Kecupan Dementor gangguan jiwa.

Lantaran kisah keangkeran yang turun-temurun hingga saat ini, Alas Purwo mungkin bisa dibilang sebagai salah satu rimba yang terlindungi

Tak heran kalau sejak Agustus 2017 lalu, Alas Puwo resmi terpilih sebagai cagar biosfer untuk Penyeimbang Iklim, Ekosistem hingga Paru-Paru Dunia.

Setidaknya hingga kini di Alas Purwo, terdapat lebih dari 700 jenis tumbuhan dengan yang paling khas adalah sawo kecik dan sadeng. Lalu untuk fauna, setidaknya minimal ada 45 jenis mamalia termasuk banteng, babi hutan, monyet ekor panjang hingga macan tutul Jawa. Kemudian ada lebih dari 250 jenis burung terbang di atas Alas Purwo dan membangun tempat tinggal seperti elang laut perut putih, merak hijau Jawa hingga . Tak hanya itu saja, ada 17 jenis amfibi dan 53 jenis reptil di Alas Purwo termasuk penyu hijau, penyu sisik dan buaya muara yang sangat dilindungi.

Melihat betapa efektifnya kisah angker yang turut menjadikan Alas Purwo selalu dibicarakan generasi muda dan tetap terlindungi, apakah ini artinya kita harus mulai 'meminta tolong' pada Genderuwo menjaga hutan-hutan di seluruh Indonesia?

Mungkin itu bisa saja terjadi, ketika akhirnya hutan sudah kehilangan kepercayaannya kepada manusia. Dan saat itu terjadi, alam akan menunjukkan siapakah 'Sang Penguasa' di Bumi ini.

What we are doing to the forests of the world is but a mirror reflection of what we are doing to ourselves and to one another ~ Mahatma Gandhi

Semangat Hari Bumi, Yuk Kita Semua Mulai PDKT ke Hutan! 

ajakan untuk adopsi pohon

Dengan semakin dekatnya tahapan perubahan iklim yang salah satunya dipicu semakin gundulnya hutan semakin menjadi nyata, tentu ajakan untuk mulai memperhatikan nasib hutan sudah haruslah dimulai.

Saya, kamu dan kalian bisa mulai bergerak mulai hari ini.

Apalagi beberapa hari lagi, kamu bakal bertemu dengan Hari Bumi Sedunia pada 22 April 2021, tentu mulai sedikit demi sedikit membiasakan bicara soal hutan ini bisa dilakukan.

Tak perlu bicara yang ndakik-ndakik soal perlindungan hutan dengan berbagai istilah asing yang sulit dipahami itu. Kak Gita Syahrani yang menjabat sebagai kepala sekretariat LTKL menegaskan bahwa apapun profesi kita, siapapun bisa berkontribusi untuk hutan dan lingkungan Bumi.

Bahkan para penggemar K-Pop mungkin bisa disebut selangkah lebih maju daripada kita semua. Yap, fans idol K-Pop seperti saya sudah terbiasa melakukan aksi donasi demi kado ulang tahun idola. Tak cuma boneka, makanan atau produk lainnya, fans-fans K-Pop bahkan lebih dari sekali membeli hutan untuk idola mereka demi bukti kecintaannya.

Yes, kado hutan. h-u-t-a-n.

Hal itulah yang dilakukan oleh ELF (fans Super Junior) beberapa pekan lalu. Demi menyambut ulang tahun Choi Siwon, Ika seorang ELF Indonesia mengajak sesama fans K-Pop untuk merayakan ulang tahun Siwon lewat pelestarian lingkungan bertajuk 407 Pohon Untuk Choi Siwon di portal Lindungi Hutan. Hanya dengan donasi Rp10 ribu per pohon Mangrove Rhizopora, proyek ini pun akhirnya sukses mengumpulkan 438 bibit pohon.

kampanye hutan untuk ultah Siwon
©Lindungi Hutan

Ratusan pohon Mangrove Rhizopora inipun sudah ditanam di Dusun Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang yang merupakan desa nelayan pada 12 April 2021 kemarin, beberapa hari setelah ulang tahun Siwon yang ke-34 pada 7 April.

Tak hanya para ELF, gerakan yang lebih masif kini tengah diupayakan oleh dua fandom K-Pop terbesar saat ini yakni ARMY (fans BTS) dan BLINK (fans Blackpink). Lewat platform Kpop4planet, dua fandom raksasa ini mengajak fanbase K-Pop lainnya untuk peduli terhadap perubahan iklim lewat kampanye media sosial bertajuk Tokopedia 4 Bumi

Dalam kampanye itu, Kpop4planet meminta perusahaan e-commerce terbesar di Indonesia yakni Tokopedia untuk menggunakan 100% energi terbarukan pada tahun 2030 nanti, demi mengurangi emisi karbon alias dekarbonisasi.

Lewat tautan tokopedia4bumi.kpop4planet.com, diharapkan fanbase-fanbase K-Pop di Indonesia saling bersatu padu untuk mengajukan petisi ke CEO Tokopedia, William Tanuwijaya, agar ikut bertindak mengatasi pemanasan global. Kamu tentu sudah tahu kalau jaringan bisnis Tokopedia makin menggurita dan membuat konsumsi listrik untuk pusat data mereka menghasilkan emisi karbon yang sangat tinggi.

Dengan dirilisnya petisi ini, tentu sudah menjadi salah satu kado terbaik bagi Hari Bumi Sedunia, sekaligus membuktikan jika manusia tak perlu sampai 'meminta bantuan' kepada Genderuwo untuk menjaga hutan-hutan, demi tetap membuat stabilnya suhu Bumi.

Bagaimana? Keren, kan? Sebuah tindakan nyata cinta Bumi dari sekelompok ava Twitter yang mungkin sejauh ini keberadaannya selalu diremehkan. 

Nah, kalau mereka saja bisa, giliran kita untuk PDKT dan mulai jatuh cinta pada hutan, kapan?

Mumpung lagi Hari Bumi, yuk sama-sama mulai mempedulikan nasib hutan demi peradaban manusia yang terus ada untuk waktu yang lama.



Author

Arai Amelya

I'm a driver, never passenger in life

  1. Aduh kakak jufulnya koq serem banget sih. Tapi emang benar sih hutan makin menipis. Kalau terbang ke arah Sumatra bisa dilihat dari jendela pesawat jaman dulu sama jaman sekarang tuh beda area hijaunya.

    BalasHapus
  2. Betul banget hutan mulai menipis, apalagi hutan di kalimantan , liat berita banjir yang sangat luas jadi sedih dan terpukul, apalagi hutannya makin sedikit. Semoga kita tergerak hatinya untuk menjaga bumi ini agar tetap hijau

    BalasHapus
  3. aku yang tak begitu paham ini. memang langsung sotoy aja pas banjir kalsel kmarin. kalimantan hutannya luas bisa banjir. hutannya kemana ? :( eh ko kemana, kenapa :( setelah baca ini jadi potekpotek hati. semoga alam segera pulih

    BalasHapus
  4. Judulnya menggelitik, tapi bener juga ya. Kalau esan angker masih terpelihara, nggak akan ada yang berani dekat-dekat sama hutan.

    Btw, membaca ini aku tertohok:

    Boi, tahu nggak kalau saat kita sedang asyik streaming dan rebahan di kamar, pemanasan global yang diderita Bumi akibat ulah manusia ini sudah membuat kenaikan suhu Bumi mencapai 1°C per tahun 2017.

    Duh, aku termasuk yang hobi banget rebahan sambil streaming. Otokke....

    BalasHapus
  5. Gapapa deh dijagain genderuwo. Kayaknya lebih aman kalo dia yg jagain wkwkwkw

    BalasHapus
  6. B
    Sedih ya ngeliat hutan yang mulai pada gundul. Semoga petisinya menang ya agar bisa membantu alam kita kembali asri.

    BalasHapus
  7. Mitos angker malah yang bikin hutan lestari ya. Hehe

    BalasHapus
  8. Aku ngga bisa memungkiri terkait bahasan hutan yang jarang diangkat di pembicaraan ringan sehari-hari. Soalnya aku pun jarang bahas mengenai hutan. Sedih karena emang fakta yang ternyata bisa berimbas dengan berkurangnya jumlah hutan tanpa diketahui. Gimana ya caranya PDKT dengan hutan tanpa harus datang langsung? Kayanya aku harus cari tau mengenai keberadaan hutan di Indonesia dulu ya. Biar paham. Btw, aku suka sekali penjabaran kakak.

    BalasHapus
  9. Ngeri ya kalau hutan pada gundul. Bencana alam dah pasti nganti na'udzubillah :( semoga petisi ini benar-benar bisa terlaksana. Tapi emang bener. Kalau dikaitin sama mistis trs jd lestari, knp enggak wkwk

    BalasHapus
  10. Selamat hari bumi ka arai! Btw aku baru tau fanbase k-pop sekeren ituuu dlm aksi2 lingkungan, huhu.... kemana ajeee

    BalasHapus
  11. Kado hutan? Luarbiasa. Ini aku suka tulisan kak arai jadi banyk tahu tentang alam kita khususnya hutan . Menarik yang ide kado untuk idol adalah menjadi salah satu solusi bumi kita. Kira2 kalau diadopsi di indo untuk artis indo bisa gak ya .. .btw selamat hari bumi

    BalasHapus
  12. Salut banget dengan K-POP model begini kak, mereka membuktikan mereka bukanlah orang-orang alay tapi orang-orang yang cinta dengan kelestarian hutan dan turut serta menjaga bumi.

    BalasHapus
  13. Sekarang manusia udah ga takut sama hutan yang berhantu kali ya mbak. Lha wong dikit2 di buat vlog. Eh malah curcol, wkwkwkw. Ohya aku penah baca dimana gitu kalau pakai tissue dengan boros kita juga ikut secara ga langsung membuat hutan menjadi punah

    BalasHapus
  14. Baru tau aku segitu besarnya kecintaa k-popers. Untungnya, berdampak baik pada pelestarian bumi. 😂

    BalasHapus
  15. keren banget tulisannya mas, sangat informatif terutama bisa menjadi salah satu sumber literasi guru mata pelajaran IPS setingkat SMP yang sangat jarang ada buku penunjang literasi tambahan. sukses selalu

    BalasHapus
  16. Pernah melintas Alas Purwo, pas giliran nyetir, suami dan anak-anak tidur, Maghrib pula waktunya...duh sepanjang jalan lewat hutan yang sumpah cantik banget saat senja, sholawat tak henti terpanjat..merinding aku euyy
    Setuju jika semua mesti PDKT ke hutan mengingat fungsinya kini dan nanti

    BalasHapus
  17. Seneng deh, ternyata mengidolakan artis kpop nggak hanya melulu tentang teriakan histeri anak2 muda saja ya, tapi bisa juga mengajak mereka untuk mendukung hal2 yang positif seperti yang sudah dilakukan fans-nya Siwon..
    Menarikk..
    Inspiratif nihh kegiatannya

    BalasHapus
  18. Bener menjaga hutan tetap lestari ada banyak cara salah satunya bisa melalui tontonan kegiatan Kpopers ini ya kak sehingga ada hiburan dan edukasinya juga

    BalasHapus
  19. Ya Allah semoga makin banyak yang sadar harus menjaga hutan dan alam ya Mba, makasih sudah mengingatkan selalu. Aku masuk yang tim rebahan sesekali sembari jaga mertua nonton Korea. Sekarang udah berkurang sih.

    BalasHapus
  20. Iya, Alas Purwo aman terlindung karena diangkerkan. Memang angker sih. Saya pernah ke suatu hutan kecil di dekat sini juga mitosnya sangat kuat sehingga terjaga.

    BalasHapus
  21. Setuju deh mbak, jika hutan makin gundul ya bakalan terjadi pemanasan global. Logikanya gini deh, kita tingga di pinggir pantai, sekeliling rumah dipenuhi tanaman hijau, saya rasa gak bakalan panas deh, tapi coba kl tanaman hijau dan pohon2 di tebang ya bakalan panas. Seperti di rumah saya loh mbak, bagian depan kamar utama gak ada pohon masyaa allah panasnya minta ampun, sedangkan teras di samping rumah ada penih tumbuhan hijau dan pepohonan membuat adem saat duduk di teras.

    BalasHapus
  22. Bener banget faktanya kalau manusia biasanya takut sama barang tak kasat mata. Karena musuhnya adalah sesuatu yang tak terlihat (virus contohnya?). Jadi judul tulisan ini memang ngga berlebihan juga, mengingat polah tingkah keserakahan manusia jaman now harus dicarikan solusi agar tidak menyakiti hutan. Melihat betapa efektifnya kisah angker yang turut menjadikan Alas Purwo selalu dibicarakan generasi muda dan tetap terlindungi, apakah ini artinya kita harus mulai 'meminta tolong' pada Genderuwo menjaga hutan-hutan di seluruh Indonesia? Bisa jadi!
    Selamah Haru Bumi. Salam Lestari dan semoga masih tersisa banyak kebaikan untuk anak cucu kita nanti.

    BalasHapus
  23. Ngeri juga pas baca bahwa kita udah kehilangan hutan seluas 75 x jogya udah Segede itu ya, meski masih sedikit nafas lega karena hutan Purwo yang masih terjaga namun memang perlu perhatian khusus dan penanganan serius mungkin bisa juga dengan memperketat dan menambah undang-undang masalah hutan yang sudah sangat memprihatikan ini atau apapun yang bisa dilakukan meski dengan cara menebarkan mistis seperti hutan Purwo

    BalasHapus
  24. Kadang saya berfikir, organisasi2 lingkungan lokal bahkan dunia, kok kek gak berperan ya? Entahlah.. yg pasti hatus di mulai dr diri kita, hadiah apa yg bisa kita berikan unt bumi kita ini

    BalasHapus
  25. Aku jadi terbuka dengan keadaan yang sebenarnya. Krn tinggal dikota. Jarang liat alam hijau. Dan manusia punahpun akibat tangan manusia sendiri.

    BalasHapus
  26. Yuk, mulai dari diri sendiri yuk. Menjaga hutan bukan berarti kita harus nanam pohon terus, atau ikut-ikutan kerja kayak polhut. Contoh sederhana, mengurangi penggunaan tisu, AC, dan makan tak bersisa, itu secara gak langsung kita turut serta berkontribusi menjaga hutan.

    Wah, aku kaget loh, soalnya aku nyaris belanja online semua lewat Tokopedia. Wkwkwk. Jangan Tokopedia aja dong, Shopee juga tuh, kalo perlu ajak yg lain juga, kayak e-commerce punya asing di Indonesia.

    BalasHapus
  27. Bahasan hutan itu jadi "seksi" saat ada kebakaran hutan di Sumatra yang asapnya sampai negara tetangga mbak, kalau nggak ada itu, ya nggak ada yang bahas.

    Hehehe... adanya kepercayaan masyarakat bahwa hutan dijaga oleh makhluk tak kasat mata, nyatanya memang membuat hutan jadi aman dari jarahan tangan-tangan manusia ya mbak

    BalasHapus
  28. Bicara tentang idol dn penggemarnya, memang tidak jarang mereka melakukan donasi yang luar biasa. Tentang hutan, memang seharusnya kita lebih sadar akan manfaat dan pentingnya menjaga kelestarian tersebut. Sayang, banyak yang meremehkan hingga sekarang.

    BalasHapus
  29. pernah kepikiran gak Arai, kenapa sih mahluk mistis yang ada di hutan nggak gangguin aja si penebang hutan liar padahal mereka beroperasinya nggak hanya siang hari tapi juga malam hari.
    Gemes banget apalagi setelah tahu kalau hutan punya andil besar dalam menurunkan gas emisi karbon yang negara Indonesia banyak timbulkan (terutama dari kebakaran hutan)

    BalasHapus
  30. Senang rasanya sosialisasi dan pengetahuan tentang betapa pentingnya hutan bagi manusia sudah mulai banyak, generasi muda kini pun sudah makin berani untuk speak up, meski dampaknya masih belum maksimal bagi lingkungan dan hutan tapi aku yakin semakin kita bersatu untuk jaga hutan, makin berpengaruh di kemudian hari.

    BalasHapus