Mata perempuan itu berbinar. Mengerjap menatap pemandangan yang tak pernah diduga akan dia temui lagi. Jantungnya terpompa begitu cepat, seiring dengan laju roda-roda burung besi yang siap mengepakkan sayap ke angkasa.
Dan ketika sensasi lepas
landas itu kembali menjalari tubuhnya, senyuman di balik masker berwarna hijau
itu melebar. Seolah berkhianat pada air mata yang meleleh pelan membasahi
pipinya.
Dia kembali terbang.
Dia kembali bertemu dengan
awan-awan putih yang bergumul di langit.
Benda langit yang paling dia
sukai itu menyapanya penuh rindu. Sekali lagi tak percaya kalau akan kembali
berjumpa setelah hampir lima tahun lalu ucapan selamat tinggal itu dirapalkan.
Bak ditampar oleh tangan
Tuhan, perempuan itu sadar bahwa dia belumlah usai. Butuh waktu lama memang
untuk membuatnya kembali berharap. Namun saat perjalanan-perjalanan luar biasa
itu terpampang nyata di depannya, dia tahu bahwa ini adalah saatnya untuk mengejar
ketertinggalan.
Dan perempuan itu, adalah
aku.
Sihir-Sihir Sinematik dan Penyesalan Pertama
menanti senja di Bukit Merese, Lombok |
Sebagai normalnya anak
Indonesia, aku jelas menjawab dokter saat mendengar pertanyaan itu ketika masih
duduk di bangku SD. Bukan karena aku takjub pada kepintaran mereka atau status
bergengsi di masyarakat, profesi dokter tampak menarik bagiku karena jas-jas
snelli putih itu.
Dalam pikiranku saat kecil,
dokter adalah seorang penyihir. Jas-jas snelli putih itu seolah menyembunyikan
tongkat-tongkat sihir yang dirapal dengan mantra, sehingga siapapun yang datang
berkunjung akan langsung sembuh bahkan tanpa perlu diberi obat.
Namun sebetulnya jika bisa
kembali ke masa lalu, ada hal yang jauh lebih menarik perhatianku daripada
dokter, pilot, tentara, atau polisi.
Hal itu, adalah film.
Terbiasa menonton film-film
kartun Disney saat masih TK dan SD seperti LION
KING, ALADDIN, BEAUTY & THE BEAST, PETER PAN, CINDERELLA, LITTLE MERMAID,
SNOW WHITE sampai MULAN, dunia
film sudah menarikku sampai ke pinggir jurang imajinasi.
Seiring bertambahnya usia,
pemahamanku soal film pun semakin luas. Aku beruntung karena memiliki orangtua
yang juga suka nonton film, sehingga judul-judul film yang kutonton pun makin
beragam bahkan untuk anak seusiaku kala itu. Dan hingga akhirnya saat aku
memasuki bangku SMP, akupun mantap mengikuti teater.
Tiga tahun menggeluti teater
hingga akhirnya mewakili Kota Malang di tingkat provinsi, aku akhirnya
benar-benar tahu sesuatu yang sangat kuinginkan.
Aku ingin, jadi pekerja seni
yang bisa bercerita melalui film.
Dan di saat memasuki bangku
SMA banyak teman-teman mengikuti sejumlah les pelajaran, aku dengan keras
kepalanya tidak membutuhkan hal itu.
Tujuanku hanya satu, lolos
dan masuk sebagai mahasiswa IKJ (Institut Kesenian Jakarta).
Bagiku, IKJ bukanlah sekadar
perguruan tinggi. IKJ adalah kawah candradimuka, tempat di mana banyak
sineas-sineas hebat negeri ini ditempa hingga rasanya ingin mati saja.
Berangkat dari Malang dengan semangat menggebu, aku tahu bahwa sebagian diriku
sudah berada di lorong-lorong kampus IKJ.
Seperti dugaanku, aku pun
lolos sebagai calon mahasiswa baru.
Namun sayang, aku tak pernah
sekalipun mengetahui bagaimana rasanya jadi mahasiswa IKJ.
Telepon dari orangtuaku di
hari pendaftaran ulang bagi calon mahasiswa yang lolos tes masuk, seperti suara
bertalu yang membangunkanku dari tidur panjang. Alasan bahwa anak-anak sekolah
seni tampak liar dan terlalu bebas hanya terdengar seperti pepesan kosong, saat akhirnya aku tahu bertahun-tahun kemudian,
bahwa perekonomian yang membuat mimpi kecilku itu terenggut.
Dan itulah penyesalan pertama
yang telah kulakukan seumur hidupku.
Dunia Gelap Arai Amelya
menikmati keindahan Pantai Pall, Likupang, Sulawesi Utara |
Di saat kekecewaan itu
terlalu besar, takdir justru membawaku bergabung ke salah satu situs entertaimnent terbesar di negeri ini.
Bertemu dengan orang-orang baru yang kala itu semuanya lebih tua dariku, aku
mulai menikmati keseharian sebagai seorang penulis sekaligus jurnalis.
Bisa dibilang kalau pekerjaanku
sebagai karyawan media online itu
adalah yang membentuk kemampuan menulisku saat ini. Berada di tempat itu membuatku
memilih untuk mengunci kotak kecil berisi mimpi jadi pekerja seni, dan membuang
kuncinya di tempat sampah.
Hingga akhirnya tahun 2016
pun tiba.
Aku dengan segala kemapanan
pekerjaanku, memilih keluar dari media online
tersebut. Kubiarkan diriku melangkah jauh ke jalan yang benar-benar baru bagiku
yakni berjualan kuliner.
Berhasilkah?
Tidak.
Bahkan aku justru terperosok
jauh ke dalam lubang gelap yang tak pernah kuduga bakal terjadi dalam hidupku.
Aku divonis menderita
depresi oleh psikiater di salah satu rumah sakit jiwa kotaku.
Duniaku yang begitu
benderang pun berubah total menjadi kegelapan pekat yang sama sekali tidak tembus
cahaya. Keberanianku seolah hilang karena hari demi hari kulalui dengan
pernyataan yang sama, ‘aku adalah orang yang tidak berhak untuk bahagia’.
Jangan anggap aku update status sedih mencari perhatian di
media sosial saat itu, atau bercerita dengan orangtua hingga sahabat dekatku. Aku
justru benar-benar menarik diri dari kehidupan sosial selama 2017-2019 itu.
Kubiarkan diriku cuma mendapat penghiburan lewat lamunan, sambil berusaha tetap
memegang nyawa hari demi hari.
Bagiku, hukuman terbaik untukku
adalah berhenti bermimpi.
Harapan, Kekuatan Terbesar Manusia
menulis skenario saat menunggu boarding di Makassar |
Ada satu alasan kenapa aku begitu menyukai karakter Charles Xavier dalam semesta X-MEN. Bukan karena dia adalah salah satu mutan terkuat dengan kemampuannya membaca sekaligus mengendalikan pikiran orang lain, tapi karena Xavier justru mampu terlihat benar-benar hebat saat sisi kerapuhannya sebagai manusia terlihat.
Ya, Xavier dalam X-MEN: DAYS OF FUTURE PAST (2014) tak
ayal seperti manusia yang kehilangan arah. Dunianya berantakan saat
satu-satunya kekuatan terbesar dalam dirinya, justru menjadi kelemahan
terbesarnya. Kehilangan dan kekecewaan menghempaskan Xavier ke titik terendah
sampai akhirnya orang yang memahami keterpurukannya hanyalah dia sendiri, sang
Professor X.
Bukankah kita semua seperti
itu?
Saat tak ada yang mengerti,
penghakiman terbaik justru datang dari diri sendiri. Tinggal kita mau memilih
maukah berubah atau justru nyaman tinggal di lubang tersembunyi yang akan
melindungimu dari dunia luar.
Dan itulah yang kuambil di
tahun 2020. Ketika banyak orang mulai mengeluh atas pandemi Covid-19, aku
justru memberanikan diri mengikuti semburat cahaya yang berpendar sangat lemah
dari lorong-lorong gelap kehidupanku.
Cahaya yang begitu tipis itu
adalah kepenulisan.
Ya, aku kembali ke dunia
yang sudah lama sekali kutinggalkan.
Aku mulai membeli domain heyarai.com dan menguji kemampuan
menulisku, apakah masih bisa diharapkan atau tidak. Hingga akhirnya pada awal
2021, aku mendaftarkan diri pada kelas-kelas skenario. Sesuatu yang sudah sejak
lama ingin kulakukan, tapi terlalu pengecut untuk kumulai.
Tak ada yang menduga bahwa
heyarai.com dengan luar biasanya membawaku mencapai sesuatu yang sama sekali
tak pernah kuduga, menjadi juara III dalam kompetisi blog tentang hutan. Bahkan
aku pun berhasil menuliskan namaku sebagai finalis Anugerah Pewarta Astra,
sebuah kompetisi jurnalisme bergengsi yang bahkan sudah sejak lama ingin
kuikuti, saat aku masih menjadi karyawan media online dulu.
Hingga akhirnya perjalananku
semakin bertambah seru saat tulisan-tulisanku sanggup menyabet juara pertama.
Bahkan melalui kata demi kata yang kutuliskan, takdir membawaku pergi secara
cuma-cuma ke Toraja dan Makassar di Sulawesi Selatan sana, Kuta-Mandallika di
Lombok, hingga Manado-Likupang di Sulawesi Utara pada Maret 2022 ini.
Namun puncaknya bukanlah
liburan gratis. Karena pada awal 2022 ini, namaku sudah tercatat sebagai
penulis skenario dalam setidaknya empat judul miniseries milik Indonesia Sinema Persada. Dan jika memang Tuhan
masih sangat mencintaiku, satu judul film panjang akan menjadi tujuan yang
menyenangkan hingga paruh awal 2023 nanti.
Sungguh, berbagai pencapaian
dalam waktu singkat yang sama sekali tak berani kuharapkan terjadi.
Raihan demi raihan yang tak
pernah berani kuimpikan di hari-hari gelapku kala itu.
Menemukan A Vision of Brilliance Lewat ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400)
Seperti seorang nelayan yang
mengarahkan jukung menembus samudera berombak pasang, bisa dibilang itulah
perjalanan yang kupilih saat ini. Aku tahu bahwa sudah terlalu banyak waktu
yang terbuang, sehingga langkahku harus lebih lebar untuk menggapai apa yang
pernah kulepaskan bertahun-tahun lalu.
Dan demi mewujudkan asa baru
itu, aku membutuhkan tandem yang sama-sama bisa memandang visi cemerlang yang
sama yakni ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400).
Bicara soal ASUS, sebetulnya
brand ini bukanlah sesuatu yang
asing. Karena sejatinya saat aku memutuskan untuk fokus menjalani hidup sebagai
seorang blogger, laptop yang kubeli
dari hadiah-hadiah lomba di tahun 2021 adalah ASUS BR1100CKA. Di usianya yang
belum genap setahun, kami bahkan sudah bepergian ke berbagai tempat, dari hotel
ke hotel dan menemani di malam-malam saat sel otakku beradu menulis skenario.
Hanya saja dengan target
kehidupan yang jauh lebih tinggi, aku tentu berharap adanya upgrade untuk tandem perjalananku. Ada
sejumlah alasan yang membuatku benar-benar jatuh hati pada Zenbook 14X OLED
(UX5400).
Dinamis dengan Desain Ringkas dan Ringan
Hanya saja ketika aku sudah
memutuskan diri menjadi penulis skenario, mau tak mau aku harus tetap membawa
laptop untuk mengerjakan revisian saat rehat malam di hotel. Tentu laptop yang
kubutuhkan tidak boleh terlalu berat nan tebal yang bakal merepotkan, sehingga Zenbook
14X OLED (UX5400) akan jadi piihan yang sangat tepat.
Dengan bodi setebal 16,9mm
dan berat hanya 1,4kg, Zenbook 14X OLED (UX5400) tentu sangat mudah disimpan di
ransel sehingga aku tetap bisa menulis beberapa adegan di sela-sela menanti boarding pesawat. Bahkan berkat
teknologi NanoEdge Display, bezel layar Zenbook 14X OLED (UX5400) menjadi
sangat tipis yakni 3mm yang membuatnya punya dimensi bodi sekelas laptop
13-inci, padahal ukuran asli layarnya 14-inci.
Layar Sentuh dan Makin Produktif Tanpa Mata Lelah
Teknologi layar ASUS OLED
membuat Zenbook 14X OLED (UX5400) mengantongi sertifikasi low blue-light dan anti-flicker
dari TUV Rheinland. Artinya, layar laptop ini tak hanya aman dipakai dalam
jangka waktu lama, tapi juga bikin nyaman lantaran tak membuat mata gampang
lelah. Namun sejujurnya bukan itu saja yang membuat layar Zenbook 14X OLED
(UX5400) ini sangat menarik.
Kamu harus tahu bahwa
kualitas visual laptop ini benar-benar premium berkat tingkat akurasi warna
yang sangat tinggi. Ditambah dengan fitur touchscreen
alias layar sentuh, Zenbook 14X OLED (UX5400) bahkan punya mekanisme 180º
ErgoLift Hinge, sehingga kamu bisa membuka layar dan bagian keyboard sampai sejajar 180º.
Si Ultraportable dengan ScreenPadTM 2.0
Sebagai laptop premium, Zenbook
14X OLED (UX5400) mempunyai fitur ScreenPadTM 2.0 sehingga layar
kedua sekaligus touchpad-nya dapat
meningkatkan produktivitas penulis skenario yang hobi jalan-jalan sendiri ini. Kamu
bahkan tak perlu menghapal berbagai kombinasi tombol di keyboard berkat fitur Quick
Key. Oiya, screenpad-nya juga
bisa kamu jadikan layar kedua untuk menampilkan aplikasi apapun.
Tentu akan sangat membantu
saat aku mengerjakan skenario, tapi juga disuruh menonton series atau film luar negeri, supaya kemampuan menulisku terus
berkembang.
Konektivitas Canggih Bikin Mudah Berbagi Data
Seperti yang sudah kubilang
sebelumnya, proyek kepenulisan skenario ini membuatku harus terbiasa saling
berbagi file baik secara online maupun offline. Supaya pertukaran file
berjalan lancar, Zenbook 14X OLED (UX5400) rupanya menawarkan berbagai pilihan
konektivitas. Kamu bisa memilih port
HDMI 2.0, USB 3.2 Gen2 Type-A, USB Type-C, microSD sampai 3,5mm combo audio jack.
Jelas berbagai pilihan ini
membuat aku tak akan kesulitan jika terburu-buru memindahkan data dari laptop
atau komputer, bahkan hingga smartphone.
Karena memang WiFi 6 sudah ditanam di dalam Zenbook 14X OLED (UX5400) membuat
kecepatan transfer data sangatlah tinggi dan stabil.
Multitasking Powerful Lewat Hardware Modern
Bagaimana tidak tinggal
kenangan, karena laptop modern ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400) sudah diperkuat
oleh prosesor Intel® CoreTM generasi ke-11 terbaru dan juga Intel®
Iris® Xe graphics. Dengan prosesor yang begitu powerful, aku bisa dengan bebas melakukan aksi multitasking mulai dari mengerjakan job blog dari klien, melanjutkan menulis dan merevisi skenario, hingga
akhirnya nonton drama Korea sejenak.
Bahkan kegiatan menonton
film atau serial TV akan terasa makin istimewa berkat chip grafis yang berkualitas tinggi. Khusus untuk urusan multitasking, Zenbook 14X OLED (UX5400) bisa
dibilang yang sangat superior. Tak main-main, laptop ini punya sudah dibekali
memori hingga 16GB, serta ruang penyimpanan PCle SSD perfoma tinggi yang punya
kapasitas hingga 1TB!
Spesifikasi Lengkap ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400)
Main Specification |
Zenbook 14X
OLED (UX5400) |
CPU |
Intel®
Core™ i7-1165G7 Processor 2.8 GHz (12M Cache, up to 4.7 GHz) |
Operating
System |
Windows 10
Home |
Memory |
16GB
LPDDR4X |
Storage |
1TB M.2
NVMe™ PCIe® 3.0 SSD |
Display |
14" (16:10)
OLED 2.8K (2880x1800) 90Hz 400nits DCI-P3:100% NanoEdge display, PANTONE
Validated Display, VESA TrueBlack HDR, TÃœV Rheinland eye care certified, 92%
screen to body ratio ScreenPad™
2.0 (FHD+ (2160 x 1080) IPS-level Panel) |
Graphics |
Intel® Iris
Xe Graphics, NVIDIA®
GeForce® MX450, 2GB GDDR6 |
Input/Output |
1x USB 3.2
Gen 2 Type-A, 2x Thunderbolt™ 4 supports display and power delivery, 1x HDMI
2.0b, 1x 3.5mm Combo Audio Jack, Micro SD card reader |
Camera |
720p HD
camera |
Connectivity |
Wi-Fi 6
(802.11ax) + Bluetooth 5.0 (Dual band) 2*2 |
Audio |
Built-in
speaker, Built-in array microphone, harman/kardon certified |
Battery |
63WHrs,
3S1P, 3-cell Li-ion |
Dimension |
31.12 x
22.12 x 1.69 ~ 1.69 cm |
Weight |
1.4Kg |
Colors |
Lilac Mist,
Pine Grey |
Price |
Rp23.999.000 |
Warranty |
2 tahun
garansi global |
Aah, membayangkan diriku
berjalan-jalan di Takengon Aceh, menembus belantara hutan Tangkahan di Taman
Nasional Gunung Leuser, berburu kuliner lezat di Singkawang Kalimantan Barat
serta menikmati eksotisnya Labuan Bajo, rasa-rasanya tak ada sahabat yang lebih
menyenangkan selain ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400).
Desain yang ringkas dan
ringan dibawa serta kemampuan multitasking
yang bikin terpana, membuat Zenbook 14X OLED (UX5400) adalah jawaban dari
tandem tangguh yang selama ini kucari-cari.
Pertanyaannya, apakah
mungkin aku bisa memiliki laptop ultraportable
ini?
Tak ada yang tahu, karena
Tuhan mungkin saja mengamatiku sambil tersenyum.
***
Artikel ini diikutsertakan
dalam ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400) Writing Competition bersama bairuindra.com
Mbak salut banget loh aku dari depresi bisa menghasilkan berbagainkarya hingga penghargaan. Benar2 hidup yg penuh warna ya mbak.
BalasHapusBaca tulisannya mb Arai selalu melenakan. Diksinya keren dan bikin aku terheran, kok bisa menulis seindah ini. Bikin pembacanya serasa ikut terbang juga. Semoga menang ya lombanya...
BalasHapusSkenario dari Tuhan lebih indah ya kak, meski belum tercapai menjadi mahasiswa IKJ, tetapi dapat hal yang lain yang lebih indah, bahkan siapa tahu laptop cantik ini pun mendarat sempurna ke kak Arai 😚
BalasHapuskeren banget mbak prestasinya. memang tulisan mbak Arai bagus banget sih bisa membius pembacaranya. jadi penasaran nih sama calon film yang skenarionya lagi ditulis judulnya apaan. semoga sukses ya, mbak
BalasHapusPrestasinya sangat membanggakan. Didukung dengan laptop canggih pasti makin cetar. Ayo investasi dengan membeli laptop yang sesuai kebutuhan.
BalasHapusGila laptopnya keren beuuddd. Spek gahar dgn harga terjangkau. Mantap bener buat naikin prestasi menulisnya.
BalasHapusKeren banget yak udh menang lomba menulis di berbagai platform. Semoga bs jadi pemicu utk semangat menulis jg bersama Asus Zenbook 14x
Seri Zenbook memang menarik sejak di luncurkan, spek selalu mengikuti kebutuhan dan masukan dari pengguna. berharap next bisa punya satu
BalasHapusSelalu suka dengan tulisanmu yang menyihir pembaca berkelana liar dalam duniamu. Semoga tandemu segera menjemput ke pelukanmu ya Rai!
BalasHapusAku terpana membaca ceritanya. Tulisannya keren mbak. Menjadi penulis skenario juga impianku tapi aku takut mencobanya karena aku tidak bisa merangkai kalimat indah seperti mbak Arai hiks....yaaa laptop ASUS yang tipis ini memang layak dimiliki oleh siapapun yang multitasking yang hari2nya selalu bersentuhan dengan piranti ini.
BalasHapusAdikku punya laptop ini! Hahaha.. dan emang sebagus itu sih, dari processor dan kecepatannya sat-set-sat-set gitu.. mirip-mirip laptop buah sebelah hehe
BalasHapusDan aku terpana dari setiap kata yang Mba Arai sampaikan. Proses panjang banget ya, Mbak.
BalasHapusAku pun dulu pernah mengalaminya, jatuh ke lubang yg gelap gulita. Sampai-sampai tahun 2014 -2016, aku menutup diri. Malas bertemu dg siapapun.
Btw, good luck ya, lombanya.
ceritamu keren banget mbaaaa, semoga ada jawaban manis dari Tuhan yang lagi mengamati harapan dan doa-doa hambanya yaaa. Spec laptop yang ringan, tipis, ringkes gini emang jadi spec yang dibutuhin klo pergi jalan dan tetep harus bekerja atau mengolah konten selama perjalanan yaa
BalasHapuskeren kak araiiiii inpsiratif banget sih .. dirimu tahu apa yang ingin kau lakukan aku rasa ini nilai lebih lho mentap.. wah aku mau tiru bisa tak ya mengingat sudah ad buntut dua
BalasHapusBisa kaak, jadi Ibu bukan berarti mimpi tumbang. Banyak Ibu2 hebat yang berhasil keluarga dan karier, pokok yakin, semangat Ibu2 hebat!
HapusKak Arai inspiratif banget sih
BalasHapusMeski dalam situasi tidak ideal tetap bisa semangat dan berkarya seperti itu
laptop impian saya banget kak, pengen punya asus yang slim dna ringan, pernah lihat punya teman, super tipis dan ringan, cocok banget buat para pekerja yang mobilitasnya tinggi termasuk buat para traveler kayak kita kayaknya niy
BalasHapuscocok banget buat para petualang nih laptopnya , ringan dan tipis, performa mumpuni pula emg idaman banget sih buat produktivitas
BalasHapusokey, ini menarik sekali karena laptopnya cukup ringkas dan mudah untuk dibawa kemana-mana. aku juga ingin sekali punya deh
BalasHapusKegagalan bukan akhir segalanya Mbak, semangat selalu yak? Akupun juga pernah gagal, gagal kuliah Mbak. Impian terkubur, tapi Alhamdulillah Allah kasih jalan yang lain dan aku bisa jadi aku seperti saat ini.
BalasHapusKalau dulu, saat ditanya apa cita-citanya? Jawabnya Insiyur. Apalagi insiyur itu banyak. Insiyur pertanian, insinyur perikanan dan lainnya.
BalasHapusTapi itulah cita-cita masa kecil, yang nantinya jenjang pendidikan yang kita lalui juga berbeda. Bahkan nanti pekerjaan yang kita geluti, kadang juga berbeda. Namun seiring pasion, kita akan menemukan kebahagiaan.
Ya ampun Mbak, aku merinding lho baca jalan cerita hidupnya yang bisa naik turun gitu. Salut, Mbak Arai bisa terus bangkit dan tetap fokus pada passionnya.
BalasHapusAsus memang keren banget ya, mbak. Aku suka baca tulisan mbak arai, selalu penuh semnagat.
BalasHapusLuar biasa ih artikel Arai. Kubaca smpai terlena, diksi nya keren amat. Semoga menang ya Aray...top pokoknya...
BalasHapusahaha iya mba.. memang seringkali anak SD kalau ditanya cita2 tuh jawabnya ya dokter. kalo aku dulu pernah agak lama kepengin jadi astronot. lalu pas tau kudu pinter fisika, aku nyerah deh haha.. semcam tau diri. btw semangat terus yaa mba..
BalasHapuswiiiih kereeen Mbak, jalan-jalan ke DSP, yang terbaru ini Likupang ya, berarti hadir saat International Conference itu ya, mantaab banget Mbak.
BalasHapusMeskipun cita-citanya kuliah di IKJ pupus, tapi jiwa seninya terus membara hingga saat ini ya. kerenn bangeeet.
moga Asus Zenbook 14x Olednya bisa jadi milik Mbak, biar bisa lebih produktif lagi ya :)
Baca tulisannya Kak Aray ni bikin imajinasi ikutan jalan-jalan. Storytellingnya jos banget. Asus Zenbook ini cocok banget juga lho untuk content creators dan blogger bikin karya2 ciamik. Semoga menang ya, Kak
BalasHapusZenbook ini emang keren banget ya mbak. Buat creator ini kayak harta karun apalagi ada OLEDnya, btw diksinya khas penulis skenario ❤️
BalasHapusTerpukau sekali..
BalasHapusDengan terus berjuang tanpa kenal lelah, kak Arai bisa meraih banyak tangga menuju impian. Setelah ini akan semakin mantap melangkah karena menggunakan ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400).
luar biasa ceritanya kak, pasti di 2017-2019 masa2 yang sepi namun bisa bangkit hingga banyak menjuarai kompetisi tulisan. semoga sekarang selalu pulih dan akan terus lebih baik, termasuk memenangi banyak perlombaan di depan nanti-nantinya ya
BalasHapus