https://www.idblanter.com/search/label/Template
https://www.idblanter.com
BLANTERORBITv101

Menyepakati Rencana Thanos Memusnahkan Manusia di Bumi

Jumat, 22 April 2022

perubahan iklim di Indonesia
© Karsten Wurth/UNSPLASH

Suara gemuruh itu datang dengan begitu mengerikan sama seperti apa yang dibawanya.

Tidak ada peringatan yang repot-repot digaungkan terlebih dulu, kecuali air hujan yang luar biasa deras menghujam selama tiga jam lamanya.

Dengan begitu perkasa, aliran air hitam beserta berbagai gulungan puing itu menerjang apapun yang dilewati. Mustahil untuk tidak kehilangan kata melihat air setinggi tiga meter itu.

Dan sebagai makhluk pongah yang selalu merasa ada di puncak rantai makanan, manusia hanya bisa merapal doa demi doa agar nyawa tidak terlepas dari raga. Melawan ketakutan yang terpampang di depan mata, menahan kepanikan yang terus mengeluarkan hormon epinefrin sehingga kelenjar pituitari di otak seolah enggan berhenti bekerja.

Bertahan hidup.

Itulah satu-satunya yang bisa dilakukan manusia, termasuk Sugiyono.

Pria berusia 42 tahun itu tak pernah menduga kalau sore di awal bulan November 2021 itu akan menjadi salah satu hari paling mengerikan dalam hidupnya.

Sama seperti tak pernah terlintas di benaknya bahwa desa yang berada di ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut itu akan terkena banjir bandang.

Banjir menerjang pemukiman di Kota Batu
© BPBD Kota Batu

Dua belas kilometer dari dusun nahas itu pada esok harinya, aku hanya bisa mengeluh kecewa saat kendaraan bermotorku terjebak kemacetan di dekat jembatan Desa Tawangargo yang menghubungkan Kabupaten Malang dan Kota Batu itu. Kulirik jam tangan yang menunjukkan pukul sebelas siang, sudah lebih dari satu jam lamanya aku tak bergerak di tengah kerumunan.

Waktu yang seharusnya bisa kugunakan untuk melepas rindu dengan kakak sepupuku dari Balikpapan, yang kebetulan tengah berada di salah satu hotel di Kota Batu untuk keperluan pekerjaan.

Kakiku jelas merasa capek karena harus menginjak rem dan menahan agar motor tidak tergelincir, karena posisi kendaraanku berhenti adalah jalan menurun. Dalam hati aku mengutuk pilihanku yang memilih melewati Jalan Raya Giripurno, bukannya Pendem untuk menuju hotel yang terletak di Kelurahan Sidomulyo itu.

Ponselku bergetar di dalam saku jaket. Bahkan tanpa kulihat aku sudah tahu kalau itu adalah pesan dari kakak sepupuku. Aku tak menyalahkannya atas batalnya pertemuan kami, karena memang waktu yang dia berikan padaku sudah terlewat lama. Dia jelas tak mungkin menungguku yang terjebak macet, karena itu jelas akan membuatnya kehilangan waktu mengejar penerbangan ke Balikpapan.

Hingga akhirnya kekecewaan yang kurasakan itu menguap begitu saja saat tiba giliran kendaraanku untuk balik arah di dekat leher jembatan.

Kondisi usai banjir bandang di Bulukerto, Batu
© Zabur Karuru/ANTARA

Aku begitu kaget dengan aroma yang mendadak menusuk hidung. Campuran bau basah dan sampah-sampah tumbuhan itu menyeruak tanpa permisi, sama halnya dengan pemandangan yang kulihat di depan mataku sedetik kemudian.

Terpampang nyata beberapa meter di hadapanku, jembatan Tawangargo sudah ambrol sepenuhnya. Material tanah berlumpur dan batang-batang pohon yang lapuk telah menerjang tubuh jembatan tanpa ampun.

Ternyata kabar bahwa banjir bandang yang melanda Kota Batu kemarin sore itu bukanlah sebuah kelakar biasa.

Mimpi Tiga Tahun Tersisa ke Puncak Jaya

Aku saat di Tanjakan Cinta, Gunung Semeru

Bagi seorang pendaki gunung karbitan sepertiku, menjejak Semeru yang bertahta sebagai gunung tertinggi di pulau Jawa adalah sebuah pencapaian yang sangat membanggakan. Puas berada di titik 3.676 meter di atas permukaan laut itu, angan untuk berlanjut ke enam puncak tertinggi di Indonesia lainnya pun semakin membuncah.

Ekspedisi Seven Summit of Indonesia memang selalu terdengar seksi bagiku.

Membayangkan bisa berada di puncak Kerinci, Rinjani, Bukit Raya, Latimojong, Binaiya dan Carstensz Pyramid, tentu sudah menjadi sebuah keinginan yang harus kulakukan sebelum aku mati.

Terutama untuk puncak terakhir yang bertahta sebagai titik tertinggi di Indonesia, Carstensz Pyramid atau Puncak Jaya seperti sebuah mayapada dari semesta lain yang menjadi mimpi terbesar para pendaki di Nusantara.

Berada di ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut, Carstensz Pyramid adalah puncak tertinggi di barisan Pegunungan Sudirman, Papua. Bukan hanya jalurnya yang luar biasa indah tapi juga berat yang mampu mengacaukan mental dan fisik, daya tarik Puncak Jaya yang bahkan sudah memenuhi pikiranku sedari kecil adalah karena tertutup oleh salju.

Lapisan salju di Puncak Jaya
© pesonaindo

Ya, salju dan negara tropis seperti Indonesia memang terdengar seperti tak masuk akal. Namun Puncak Jaya memberikan kesempatan bagi siapapun yang bisa menjamahnya, untuk melihat langsung dataran putih yang sering disebut gletser itu.

Hanya saja Puncak Jaya hanya memberikan sedikit waktu bagiku, untuk bisa menatap langsung salju di raganya.

Dilansir CNN Indonesia, BMKG memprediksi bahwa area yang sebelumnya termahsyur dengan sebutan salju abadi itu disebut-sebut bakal hilang tak bersisa pada tahun 2025, yang artinya hanya tiga tahun lagi sejak 2022 ini.

Kenyataan ini jelas membuatku kaget. Sama kagetnya saat aku mengetahui bahwa Kota Batu yang merupakan area dataran tinggi itu diterjang banjir bandang pada awal November 2021 kemarin. Dua hal berbeda yang sama-sama tak mungkin terjadi itu kembali menyadarkanku akan alarm kiamat yang paling mengerikan, perubahan iklim.

Bahkan apa yang terjadi di Pegunungan Sudirman itu bukan hanya sekadar hilangnya selimut salju abadi di Puncak Jaya saja.

Lapisan es besar sebelumnya yang sudah dilaporkan lenyap terjadi di Puncak Trikora, salah satu titik tertinggi di Pegunungan Sudirman yang berada di area 4.730 meter di atas permukaan laut. Salju di Puncak Trikora telah menghilang sejak 1939 hingga 1962.

Tak heran kalau akhirnya SRTM (Shuttle Radar Topoghrapy Mission) memperlihatkan jika Puncak Trikora kini lebih rendah sembilan meter dari Puncak Mandala. Pemanasan global (global warming) yang menyantap gletser di Puncak Trikora membuatnya harus rela turun tahta. Seolah tak berhenti di situ saja, pada 1970-an, citra satelit memperlihatkan bukti bahwa salju di Puncak Jaya mulai menyusut.

hilangnya lapisan gletser di Puncak Jaya
hilangnya lapisan gletser di Puncak Jaya © Kompas

Seorang paleoklimatologi bernama Lonnie Thompson yang melakukan ekspedisi pada tahun 2010 menemukan fakta bahwa gletser yang hilang di Puncak Jaya sudah mencapai tujuh meter per tahun. Tak heran kalau Thompson menyebutkan jika gletser Carstensz Pyramid akan hilang sepenuhnya di tahun 2015 lalu.

Meskipun prediksi Thompson itu tak sepenuhnya tepat, Dwikoritas Karnawati selaku Kepala BMKG dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Komisi V DPR-RI pada pekan ketiga Maret 2022 kemarin menegaskan bahwa area es di Puncak Jaya tinggal satu persen saja. Perubahan iklim telah menggerogoti salju abadi dari 200 kilometer persegi, jadi tinggal dua kilometer persegi saja.

Sebuah kondisi yang seolah menggiring Bumi ke skenario film-film bencana yang selama ini pernah kutonton.

Ya, We are minutes to midnight...

Karena Antagonis Asli dari Semesta adalah Manusia

Tak ada yang menyalahkan Thomas Wanmang waktu dirinya begitu berang dalam sambungan telepon bersama Merdeka pada awal Maret 2015 lalu. Bagaimana tidak, tokoh Suku Amungme Papua itu memang pantas emosi saat melihat lapisan-lapisan salju yang mulai lenyap dari puncak-puncak gunung di barisan Pegunungan Sudirman tersebut.

Enggan bertele-tele, Thomas langsung menunjuk hidung PT Freeport Indonesia sebagai tersangka utama yang merusak alam Bumi Cendrawasih yang dia cintai itu. Bukan tanpa alasan, karena Freeport memang melakukan penambangan emas, tembaga dan perak hanya berjarak lima belas kilometer dari puncak-puncak bersalju tersebut sejak tahun 1976.

Hanya saja tudingan Thomas ditanggapi kurang tepat secara tidak langsung oleh Dwi Susanto, ahli iklim dan laut Indonesia dari Universitas Maryland. Menurut Dwi, aksi penambangan itu tidak berpengaruh pada lenyapnya lapisan salju. Pemanasan global adalah biang kerok melelehnya gletser di Pegunungan Jaya Wijaya yang bergerak jauh lebih cepat dibandingkan lenyapnya salju di puncak Gunung Everest.

Ya, gletser di daerah tropis seperti Indonesia memang mengalami dampak tercepat saat perubahan iklim terjadi karena posisinya secara geografis berada di daerah terhangat pada Bumi. Ketika hujan turun di Puncak Jaya dalam kondisi atmosfer menghangat saat Bumi makin panas, maka mayoritas yang jatuh adalah hujan air sehingga membuat lapisan es mencair lebih cepat.

Dan apa yang membuat Bumi makin panas?

Semakin banyaknya gas rumah kaca di atmosfer Bumi.

Gas-gas karbondioksida dan metana yang terlepas makin banyak inilah yang membuat sinar matahari terpenjara di Bumi bak rumah kaca.

Lalu apa yang membuat karbon-karbon itu semakin banyak terlepas?

Penggunaan bahan bakar fosil.

infografis perubahan iklim

Yang mana jika semuanya ditarik garis lurus, disebabkan oleh ulah manusia. Ya, pemanfaatan bahan bakar fosil sebagai sumber energi baik untuk mesin-mesin pabrik, kendaraan bermotor hingga pembangkit listrik inilah yang membuat kita menjadi antagonis utama dalam pemanasan global.

Meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil sejak abad ke-19 di saat Revolusi Industri terjadi sudah mendorong Bumi menuju jurang global warming yang begitu mengerikan. Membuat suhu sang Planet Biru meningkat sekitar dua derajat celcius.

Dan seperti dalam banyaknya film-film bertema bencana alam, peningkatan suhu yang meskipun kecil itu, berdampak luar biasa bagi seluruh makhluk hidup, tak hanya manusia saja. Perubahan iklim pun mulai melahirkan berbagai macam bencana alam seperti salah satunya curah hujan luar biasa ekstrim, seperti yang terjadi di Kota Batu.

Dilansir The Conversation, BMKG menyebutkan bahwa saat banjir bandang terjadi di Batu pada awal November 2021 kemarin, hujan kumulatif selama dua jam sebesar 80,3 mm. Jumlah ini bahkan 1,5 kali lipat lebih tinggi dari total curah hujan di Batu selama November 2019.

Peningkatan curah hujan ini memang dipicu juga oleh anomali iklim global seperti fenomena La Nina yang terjadi pada Oktober 2021 – Februari 2022. Hanya saja anomali yang mampu membuat curah hujan melambung 20-70 persen itu biasanya terjadi sekali dalam dua dekade.

Lantas apa yang membuat La Nina sering sekali muncul?

Kuharap kalian tidak bosan mendengar jawabannya.

Karena penyebabnya adalah perubahan iklim yang dipicu pemanasan global akibat makin banyaknya gas-gas karbon di atmosfer. Di mana semua biang keroknya adalah perilaku umat manusia.

Manusia.

Makhluk hidup paling sempurna itu sudah merusak semestanya sendiri.

citra satelit Kota Batu dari tahun ke tahun
citra satelit Kota Batu dari tahun ke tahun © WALHI

Khusus untuk di Batu, banjir bandang yang sama sekali tak pernah dibayangkan terjadi pada awal November 2021 itu makin diperparah oleh rusaknya daerah resapan air di hulu aliran. Area-area rusak yang terbuka itu menyebabkan erosi tanah dan batu yang membuat air di dataran tinggi tak bisa dikendalikan.

Walhi melaporkan bahwa wilayah hulu sungai di sepanjang Tulungrejo hingga Sumber Brantas, dua desa di Kecamatan Bumiaji yang sama-sama jadi titik sapuan banjir bandang di Kota Batu, telah dialih fungsikan dari kawasan hutan ke lahan pertanian, wisata bahkan perumahan.

Kalau sudah begini, bukankah artinya manusia sendiri yang menabuh genderang perang pada Bumi?

Memperpanjang Usia Bumi, Bukan Sekadar Hapus Email

Dalam film dokumenter rilisan Netflix, BREAKING BOUNDARIES: THE SCIENCE OF OUR PLANET (2021), David Attenborough dan ilmuwan Johan Rockström secara gamblang membongkar sifat paling mendasar yang dimiliki oleh umat manusia, bersedia bertindak sejauh mungkin demi kepentingannya.

Karena memang semenjak Revolusi Industri, manusia seolah tak peduli sudah menggelindingkan Bumi ke krisis perubahan iklim. Ada banyak sekali aksi manusia yang begitu mengkhawatirkan bagi keselamatan tumbuhan, hewan bahkan bagi sesama umat manusia itu sendiri. Tak heran kalau akhirnya para ilmuwan menegaskan jika tahun 2020 hingga 2030 akan menjadi fase pertaruhan bagi peradaban manusia yang bakal menentukan eksistensi makhluk hidup.

Pertanyaannya, bisakah kita memanfaatkan fase pertaruhan yang sudah memasuki tahun kedua ini?

Dengan berbagai upaya penyelamatan Bumi yang dikoarkan dengan sangat masif tapi masih saja diikuti pengrusakan lingkungan oleh manusia, tentu kita tak boleh berharap pada Thanos untuk menjentikkan jarinya.

Ya, kalau kalian pernah menonton film AVENGERS: INFINITY WAR (2018), kalian tentu tahu bagaimana sang super villain Thanos (Josh Brolin) akhirnya berhasil melenyapkan 50 persen dari penduduk di alam semesta termasuk manusia demi mengembalikan tatanan kehidupan.

Hilangnya separuh populasi manusia tentu akan memberikan dampak yang luar biasa pada Bumi. Apakah Bumi akan merasa sedih? Mungkin justru sebaliknya.

NatGeo pernah melansir beberapa skenario yang mungkin terjadi saat umat manusia lenyap dari permukaan planet ini.

Misalkan saja dalam satu tahun, tumbuhan akan tumbuh secara tidak terkendali yang membuat karbondioksida bisa terserap dengan lebih cepat. Lalu karena berkurangnya manusia-manusia yang doyan berburu di musim dingin, hewan-hewan liar yang sering muncul saat musim salju, jelas akan beranak pinak dengan bahagia.

Hingga puncaknya seluruh kota-kota yang pernah menjadi pusat keramaian akan berubah jadi ekosistem baru yang diselubungi vegetasi alam, berkat pertumbuhan tanaman yang begitu liar. Tak hanya di daratan saja, biota laut juga akan mengambil alih kapal-kapal yang karam serta berbagai fasilitas minyak lepas pantai. Setidaknya haya butuh 60 tahun saja, seluruh isi samudera akan memperbaharui dirinya sendiri.

Namun, apakah memang kita harus sepakat dengan rencana Thanos soal memusnahkan setengah populasi manusia demi kembalianya keseimbangan alam?

Sebagai manusia yang masih dikaruniai akal pikiran, aku jelas tidak setuju.

Kendati Bumi ini sudah semakin tergelincir ke usia tuanya, masih banyak hal-hal kecil yang bisa kita lakukan demi planet tercinta.

Tentu bukanlah semudah menghapus email di kotak spam atau yang sudah terbaca. Ya, jangan langsung jatuh hati dengan klaim yang konon katanya penghapusan satu email bisa menghilangkan 0,3 gram karbondioksida.

Kalian harus tahu bahwa dihapus atau tidak email-email tersebut, server-server email akan tetap menyala sepanjang hari dan membutuhkan pasokan listrik. Belum lagi kampanye kurang efektif itu dilakukan di media sosial seperti TikTok, Instagram dan Twitter yang notabene termasuk dalam 10 besar media sosial penyumbang karbon tertinggi per Oktober 2021.

Ada banyak hal lain yang jauh lebih mudah dan efektif untuk dilakukan sebagai upaya memangkas emisi karbon, demi memberikan kado terbaik #UntukmuBumiku di Hari Bumi, 22 April 2022 ini.

Mulai dari tidak membeli makanan/minuman dalam kemasan, berhenti pakai listrik selama dua jam, sehari tidak makan daging merah, kurangi penggunaan tisu, bijaksana gunakan kendaraan bermotor, selektif gunakan alat elektronik dengan tepat guna sampai tidak menghasilkan sampah makanan.

Ya, hal-hal yang digaungkan #TeamUpForImpact itu bisa kita lakukan secara berselang-seling selama satu pekan. Aku bahkan sudah melakukan secara rutin di setiap hari Selasa untuk mematikan listrik selama dua jam, serta mengurangi penggunaan kendaraan bermotor di setiap hari Jumat. Karena ternyata emisi karbon satu sepeda motor mencapai 103 gram per kilometer!

Bayangkan jika setiap hari ada jutaan orang sepertiku yang menggunakan sepeda motor sejauh dua kilometer saja, sudah ada 260 ribu ton karbondioksida terlepas ke atmosfer, memperparah gas rumah kaca.

Tapi jika ada banyak orang yang juga sadar untuk memangkas emisi karbon mengikuti langkahku, bukankah Bumi akan menjadi tempat yang jauh lebih baik?

Karena selama masih ada manusia yang akan terus berjuang, harapan untuk Bumi akan tetap terjaga.

Percayalah, manusia adalah khalifah di muka Bumi yang harus mampu mengelola alam semesta sesuai dengan takdir kehadiran kita di semesta ini. Jadi tunggu apalagi, yuk pilih salah satu aksi sederhanamu, agar Bumi tetap jadi tempat terbaik untuk ditinggali.

Selamat, Hari Bumi!


Author

Arai Amelya

I'm a driver, never passenger in life

  1. Ya Allah bumiku, cuma. Bisa melakukan hal. Kecil seperti mematikan listrik dll. Semoga bumiku sehat selalu

    BalasHapus
  2. Sedih banget liat salju semakin menipis gitu. Semoga semakin banyak yang sadar. Bumi sudah semakin tua :(

    BalasHapus
  3. Harapannya semoga bumi bisa tetap sehat dan lekas pulih. Dan kita semua memang perlu berupaya dengan bekerjasama mewujudkannya

    BalasHapus
  4. Kota Batu Malang kini menjadi tempat yang macet. Kadang suka sedih kalau lewat sana dan terjebak macet. Maksud hati ingin cepat sampai namun malah harus antri jalan berjam2 lamanya. Belum lagi beberapa jalan berlubang yang membahayakan kendaraan seolah diabaikan. Kadang membuat kita makin sadar bahwa bumi ini kita yang mendiami dan sudah seharusnyalah kita yang merawat dan menjaganya dari kerusakan.

    BalasHapus
  5. Keinget plafon tetangga juga terbang melayang kena angin ribut pas ujan deres. Seandainya bisa menghapus kenangan mantan semudah delete email di kotak spam yang udah kebaca, eee..

    BalasHapus
  6. Asli sih emang banjir bandang di Batu kemarin serem bangett, padahal dataran tinggi, ngga habis pikir aja gitu kok bisaaaa banjir bandang, tpi ya balik lagi gimana gunung2 di sekitar sana udah habis dibabatin buat villa dan resort huhu

    BalasHapus
  7. Di surabaya pernah hujan es, trus kalau siang terik banget, eh sorenya hujan deras, angin. Padahal kalau dilihat bulannya, masuk kemarau. Harus dimulai dari kita nih untuk bumi yg lebih baik

    BalasHapus
  8. Pelaku utamanya sudah pasti manusia ya, Mbak. Alam memberi banyak manfaat, tapi mereka terlalu lebih mengambil. Akhirnya alam marah. Yang juga heboh adalah lumpur lapindo. Akhirnya yang rugi manusia juga. Jadi harus bukti nyata kita bersama untuk melestarikan alam. Caranya sangat sederhana. Dari sendiri dulu, agar nantinya menyebar ke orang lain.

    BalasHapus
  9. Wah iya, ngeri banget ya mbak dampak perubahan iklim ini
    KLO kita g segera bertindak, bisa bisa kita punah karena perubahan iklim ini

    BalasHapus
  10. Udara sekitar ini emang lebih panas dari pada sebelum2nya ya mbak, dan sering nggak bisa ketebak. Pagi sampe siang panas banget tapi mendadak sore langsung ujan deres

    BalasHapus
  11. Perubahan iklim ini berasa banget emang ya, pernah dengar cerita dari nelayan kalau mereka udah gak bisa memprediksi tanda-tanda alam lagi, yang dulu biasanya sebelum melaut mereka bisa lihat keadaan alam, sekarang udah gak bisa ditebak lagi, angin kencang dan lainnya.
    semoga kita bisa berpartisipasi menyelamatkan Bumi ini :(

    BalasHapus
  12. Akhir" ini emang cuaca cepet banget berubah. Pagi panas banget ga lama gelap trus ujan. Bahkan kadang cuaca masih terik tapi hujan juga turuun.

    BalasHapus
  13. Iya juga sih, kendaraan bermotor penyumbang polusi di dunia, utk itu pelan-pelan udh beralih ke listrik dan baterai kan? termasuk di negara kita Indonesia

    BalasHapus
  14. yang belum bisa, nggak pakai kendaraan bermotor mbak. Meski dalam sehari saya paling pakai motor sebentar saja.

    BalasHapus
  15. Wah berarti maksud Thanos itu baik yaa, biar gak banyak manusia yang justru ngeruak lingkungan. Jadi intropeksi diri nih, aku gak mau diilangin sama Thanos 🙈🙈🙈

    BalasHapus
  16. makjleb sama highlight pesan tokoh antagonis di bumi ya manusia :( , kalau dipikir-pikir emang yaa yang melakukan perubahan ya manusia, tapi dampak kerusakan lingkungan ya juga karena efek perubahan dan pembangunan, macam buah simalakama. Tapi manusia juga khalifah yg bisa dan harus jaga bumi, semoga kita semua bareng team up for impact bisa terus menggaungkan kampanye jaga bumi

    BalasHapus
  17. Anak saya pas turun dari kerinci tanya, selanjutnya ke mana? Saya jawab kita istirahat saja.
    Gak ke Cartenz? Tanyanya
    Saya jawab lagi, kalau ada uang, jangan nik Cartenz, mending kita naik haji sekaligus saja.
    Ditambah informasi dari artikel ini, sekitar tiga tahun lagi Cartenz bis saja tidak indah, tekad makin bulat, nabung buat umroh saja. Hahaha

    BalasHapus
  18. Jadi paham makna dari Film AVENGERS: INFINITY WAR (2018) dengan tulisan kak Arai.
    Memang selama masih ada manusia yang tinggal di atas bumi, maka kecerdasan dan teknologinya pun terus berkembang. Dan penciptaan inilah yang memakan banyak lahan, banyak pengorbanan dari bumi untuk hajad hidup manusia.

    BalasHapus
  19. untuk kendaraan bermotor, aku sangat mengusahakan kalau bepergian itu sekali jalan semua urusan selesai. Paling yang bisa mulai dihemat itu penggunaan listrik

    BalasHapus
  20. Buat melindungi lingkungan di bumi kita harus ikut jaga kelestarian alam sekitarnya. Kalau nggak bisa tergerus bencana...

    BalasHapus
  21. Fakta tentang Kota Batu, salju di Puncak Jaya, bikin aku terkejut. Ya ampun, perubahan iklim ini benar-benar nyata ya. Berikut dengan dampaknya yang makin mengancam kehidupan manusia.

    BalasHapus
  22. Sebuah fakta yang mengerikan namun entah meskipun sdh begitu msh banyak yang melakukan hal hal merugikan lingkungan hingga merusak bumi dan membawa perubahan iklim

    BalasHapus
  23. Ngeri ya mbak, ketika alam mulai murka yang sebenarnya disebabkan oleh ulah manusia. Perlu langkah nyata yang dilakukan oleh semua untuk memperbaiki keadaan. Minimal dengan mengurangi terjadinya pemanasan global dengan mengkonsumsi makanan secara bijak dan tidak membuang sisa makanan..

    BalasHapus
  24. Kalau memikirkan bagaimana umat manusia, yang senantiasa merusak bumi. Rasanya, aku bisa memahami mengapa harus setuju sama Thanos.
    Karena dengan menghilangkan beberapa, berharap yang merusak bumi semakin sedikit.
    Tapi ya gimana ya. Kita kan nggak bisa berharap yang hilang bukan kita. Tapi orang lain. Thanos mana mau pilih kasih. Iya nggak?

    BalasHapus